17. PEMBANGUNAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Studi tentang Implementasi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Infra Struktur Perdesaan di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup manusia yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Sebagai sebuah proses peningkatan kualitas hidup manusia, pembangunan adalah konteks dimana kebijakan beroperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pembangunan perlu diimplementasikan kedalam berbagai program pembangunan yang dapat secara langsung menyentuh masyarakat. Untuk melakukan pembangunan yang lebih efektif masyarakat perlu memahami
sejarah masa lampau. Bung Karno pernah menganjurkan belajar dari sejarah  yang berarti  tidak mengulangi sesalahan-kesalahan dimasa lampau dalam melakukan pembangunan dan memeliharanya. (Partowidagdo, 2004 ; 19)
Pembangunan akan memberikan hasil yang optimal apabila memperhatikan berbagai dimensi secara seimbang dan proporsional. Pengalaman Indonesia pada tahap-tahap awal pembangunan hingga tahun 1970-an, memberi pesan jelas bahwa untuk memacu dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan kesejahteraan sosial yang adil, pendekatan pembangunan harus mempertimbangkan aspek-aspek sosial. (Suharto, 2005 ; 2).
Proses pembangunan disemua lapisan masyarakat paling tidak harus memiliki tuga tujuan inti yakni : Pertama, Peningkatan ketersediaan perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan pokok. Kedua, Peningkatan standar hidup. Ketiga, Perluasan-perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial. Kemajuan ekonomi merupakan komponen penting dalam pembangunan. Namun demikian, pembangunan bukan semata-mata fenomena ekonomi. Pembangunan harus ditujukan lebih dari sekedar peningkatan kemakmuran manusia secara material dan finansial. Pembangunan harus dipandang sebagai proses multi dimensional yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi system ekonomi dan sosial secara menyeluruh. (Todaro, 2004 : 28)
Strategi pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak dibarengi pemerataan merupakan kesalahan besar yang dilakukan para pemimpin negara-negara sedang berkembang,  termasuk Indonesia.  Kebijakan fiskal dan moneter juga tidak pro kaum miskin, perencanaan pembangunan bersifat top-down, pelaksanaan program berorientasi keproyekan, misleadingindustrialisasi, liberalisasi perekonomian terlalu dini tanpa persiapan yang memadai untuk melindungi kemungkinan terpinggirkannya kelompok-kelompok miskin di dalam masyarakat. (Dillon : 2001).
Pentingnya penanganan masalah kemiskinan karena kemiskinan dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi politik suatu negara. Menghadapi permasalahan tentang kemiskinan di Indonesia dewasa ini terdapat perkembangan pemikiran yang menarik. Disatu pihak pemerintah dan seluruh bangsa sudah tidak lagi menganggap tabu membahas permasalahan dimaksud secara terbuka.  Berbagai studi tentang masalah kemiskinan menyimpulkan bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang tidak saja mencakup aspek ekonomi saja akan tetapi juga dimensi sosial budaya, dimensi struktural atau politik, yang menyebabkan masalah kemiskinan itu menjadi kompleks dan rumit. Realitas kemiskinan kemudian timbul menjadi human problem yang telah mengusik dan menguras tenaga serta pikiran banyak orang.
Meskipun kemiskinan telah menjadi subyek penelitian ilmiah sejak lama dengan thema atau label yang  beraneka ragam, akan tetapi apabila ditelaah lebih lanjut sebagian besar penelitian tentang kemiskinan yang dilakukan secara ilmiah lebih banyak ditekankan pada pemahaman, penjelasan atau pengukuran parameter kemisikinan, yaitu aspek ‘what it is’  dari kemiskinan.  Sedangkan upaya secara komprehensif dalam penanggulangan kemisikinan masih jarang dilakukan meskipun banyak kebijaksanaan dalam menanggulangi kemiskinan telah dilaksanakan. Konsep penanggulangan perlu mendapat penekanan karena konsep pemahaman berbeda dengan konsep penanggulangan (Pakpahan, 1996, 97).
Dari data sensus tahun 2000 sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di perdesaan mencapai 125 juta jiwa atau 60,2 %. Sementara tingkat kemisikinan diperdesaan cukup tinggi baik ditinjau dari indikator jumlah dan persentase penduduk miskin (head count), maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 37,3 juta jiwa atau sekitar 17,4% (Susenas 2003) dimana persentase penduduk miskin di perdesaan mencapai 20,2 persen sedangkan diperkotaan sebesar 13,6 persen. Kondisi dan permasalahan perekonomian  yang terjadi di Indonesia harus diselesaikan dengan cara menjalankan reformasi disegala bidang, termasuk paradigma maupun pola pikir bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan. Salah satunya adalah perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralistik menjadi desentralisasi, dari orientasi pertumbuhan ekonomi menuju paradigma baru pemberdayaan masyarakat.
Kegagalan pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia dan atau negara-negara berkembang karena pembangunan yang dilaksanakannya kurang memperhatikan partisipasi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Korten (dalam Prijo dan Pranaka, 1996) bahwa pembangunan tersebut kurang memberikan kesempatan kepada rakyat miskin untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Upaya memberdayakan orang miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian ekonomi, budaya dan politik merupakan hakekat utama dalam penanggulangan kemiskinan. Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan mengandalkan kemampuan yang dimilikinya sehingga pemberdayaan (empowerment) merupakan jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif. Selama ini, pemberdayaan merupakan the missing ingredient dalam mewujudkan partisipasi masyarakat yang aktif dan kreatif.
Seiring dengan aspek teoritis di atas, pada awal maret tahun 2005 ini Pemerintah menetapkan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan mengalokasikan dana dari penguranngan subsidi tersebut untuk program-program yang sangat dibutuhkan dan langsung dirasakan  oleh masyarakat miskin, khususnya yang berada dikawasan kumuh, daerah tertinggal dan pedesaan.
Secara nasional Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) diwujudkan melalui beberapa program sesuai dengan strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), yaitu bidang pendidikan, kesehatan, beras murah dan pembangunan infrastruktur pedesaan. Pemilihan infrastruktur pedesaan sebagai salah satu program strategis untuk menanggulangi kemiskinan dan ketertinggalan didasarkan pada pertimbangan bahwa infrastruktur perdesaan dapat membuka akses ekonomi masyarakat, menggerakkan kegiatan produksi dan distribusi, memberikan lapangan kerja, serta membuka peluang-peluang baru bagi aktivitas masyarakat. Karena itu pembangunan infrastruktur pedesaan dalam PKPS BBM merupakan suatu kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin dan tertinggal agar maju berkembang lebih sejahtera (pro poor dan pro growth policy)
Menurut Menteri Pekerjaan Umum ; mekanisme penyelenggaraan PKPS BBM IP melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, maka disamping akan memperoleh manfaat dan infra struktur yang terbangun diharapkan pula agar masyarakat akan semakin terbiasa dengan pola-pola pembangunan yang partisipasif yang dapat membangkitkan munculnya rasa memiliki infrastruktur yang lebih tinggi dimasyarakat. (Kirmanto ; 2005).
 Dalam pelaksanaan PKPS BBM IP antara lain terdapat prinsip dan pendekatan, yaitu ; Pemilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga diperoleh dukungan masyarakat (acceptable),terbuka (transperent), dapat dipertanggungjawabkan (accountable) dan memberikan manfaat secara berkelanjutan (suistainable). Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam program PKPS BBM IP yakni melalui pemberdayaan dan partisipasi masyarakat melalui ; Pertama, Pembangunan yang berkualitas, artinya semua infra struktur yang dibangun harus memenuhi standar tekhnik yang telah ditetapkan; keberpihakan kepada yang miskin, artinya orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaaatn hasil yang ditujukan kepada penduduk miskin; Kedua, Otonomi dan desentralisasi, artinya masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas baik dalam  proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pemanfaatan hasilnya; Partisipasif, artinya masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan; Ketiga, Keswadayaan, artinya masyarakat menjadi faktor utama dalam keberhasilan pembangunan, baik melalui keterlibatan dalam kegiatan; Keterpaduan pembangunan, artinya kegiatan yang dilaksanakan memiliki sinergi degan kegiatan pembangunan yang lain.
Dalam PKPS BBM, masyarakat miskin berperan sebagai subyek, artinya mereka berkuasa membuat serta menjalankan programnya sendiri. Untuk itu, masyarakat telah terlibat dalam keempat aspek partisipasi, yaitu aspek pembuatan keputusan (program), penerapan keputusan, pemanfaatan hasil-hasilnya, serta evaluasi.
Di Kabupaten Kulon Progo pada pelaksanaan PKPS BBM IP tahun 2005  dari 88 desa yang ada terdapat 39 Desa yang memperoleh program ini.  Guna mendukung program tersebut perlu diperhatikan berbagai potensi yang ada di suatu daerah. Untuk maksud tersebut diperlukan informasi kondisi ekonomi masyarakat yang mencerminkan keberhasilan pembangunan suatu daerah. Berikut ini disajikan data Umum Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2004.  Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 58.627,54 Hektar, secara administratif terbagi menjadi 12 kecamatan yang meliputi 88 desa dan 930 dusun. Kabupaten Kulon Progo dilewati oleh 2 (dua) prasarana perhubungan yang merupakan perlintasan nasional di Pulau Jawa, yaitu Jalan Nasional sepanjang 28,57 Km dan jalur Kereta Api sepanjang kurang lebih 25 Km. Hampir sebagian besar wilayah di Kabupaten Kulon Progo dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi darat.   Berdasar data survey di lapangan (Susenas) pada tahun 2004, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo 375.884 jiwa  dengan komposisi 48,95 % penduduk laki-laki dan 51,05 % penduduk  perempuan, Sementara itu kesejahteraan masyarakat yang ditinjau dari tahapan keluarga sejahtera, pada tahun 2004 menunjukkan 39,48% merupakan Keluarga Pra Sejahtera, 24,70% Keluarga Sejahtera  (KS) I, 18,47% KS II, 13,50% KS III, dan 3,84 KS III+.
            Sedangkan di Kecamatan Pengasih sendiri yang terdiri dari 8 desa terdapat 2 (dua) diantaranya memperoleh program PKPS BBM IP yakni Desa Sidomulyo dan Kedungsari. Merujuk pada kebijakan pembangunan dengan model pemberdayaan (empowernment),maka PKPS BBM IP merupakan salah satu instrumen yang tepat. PKPS BBM IP pada Dua desa di Kecamatan Pengasih telah dilaksanakan semenjak digulirkan pada tahun 2005 ini dengan total dana yang telah digulirkan sebesar Rp. 250.000.000,- masing –masing desa. Alokasi dana PKPS BBM IP  ini diperuntukkan bagi pengembangan infrastruktur perdesaan, pembangunan sarana-prasarana dasar lingkungan yang mendukung usaha ekonomi produktif. Karenanya  diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan dana tersebut secara tepat, benar.
            Proyek ini telah   dan berjalan mulai tahun 2005, namun bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proyek ini serta bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam proyek PKPS BBM IP di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo perlu dikaji lebih lanjut untuk mengungkapkan kinerja proyek ini.  
1.2.      Perumusan Masalah
Permasalahan penanggulangan kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Salah satu permasalahan  kemiskinan  yang dihadapi Penduduk perdesaan saat ini adalah karena ketertinggalan desanya akan pelayanan infrastruktur perdesaan untuk pertumbuhan ekonomi lokal yang disebabkan karena terbatasnya dana pembangunan. Penduduk dari sebagian besar desa-desa tertinggal (73%) harus menempuh 6 –10 km dari desanya kepusat pemasaran (pusat Kecamatan) bahkan desa-desa sisanya harus menempuh jarak lebih dari 10 Km dengan kondisi jalan yang sangat memprihatinkan yang masih berupa jalan tanah (disekitar 67% desa tertinggal). Penduduk yang terlayani air minum perpipaan baru mencapai 9% selebihnya masih mengambil langsung dari sumber yang tidak terlindungi. Petani dari sekitar 88%desa tertinggal memiliki luas lahan taninya kurang dari 0,5 Ha (lahan marjinal), sehingga dibutuhkan prasarana irigasi desa yang menjamin keberlanjutan produksi guna mencukupi kebutuhannya. (Panduan Umum PKPS BBM IP tahun 2005).
Pendekatan penanggulangan kemiskinan yang menjadikan masyarakat bukan sebagai obyek yang harus disejahterakan, melainkan sebagai subyek pembangunan harus sudah mulai dirintis. Kemiskinan di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo khususnya Desa Kedungsari dan Sidomulyo  mengindikasikan bahwa hampir memasuki  semua dimensi kemiskinan, baik dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Dengan demikian, upaya penanggulangan kemiskinan harus dengan pendekatan melalui ketiga dimensi tersebut. Namun karena luasnya cakupan dimensi kemiskinan, maka sulit untuk membuat suatu program penanggulangan kemiskinan yang ideal untuk dapat mengakomodasi semuanya, sehingga berbagai program yang dilakukan untuk memerangi kemiskinan sering mengambil dimensi tertentu.
Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan program penanggulangan kemiskinan khususnya PKPS BBM IP berangkat dari  asumsi awal bahwasannya pelaksanaan Program penanggulangan kemiskinan yang selama ini dijalankan tidak semulus seperti yang diharapkan. Dalam konteks ini dapat pula dikemukakan bahwa selama ini di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo telah dilaksanakan Program penanggulangan kemiskinan (pronangkis) seperti UEDSP (Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam), Dana Swakelola, Gerdu Taskin, OPK Raskin dan IDT namun kurang begitu berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.  Sementara upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan dalam penaggulangan kemiskinan, tidak berlanjut secara otomatis atas prakarsa masyarakat.
Menyadari hal ini, maka PKPS BBM IP digulirkan untuk merespon kemiskinan khususnya dalam mengembangkan infrastruktur perdesaan bagi desa tertinggal. Oleh karenanya PKPS BBM IP  merupakan program untuk menanggulangi kemiskinan,  mengurangi beban biaya hidup masyarakat miskin diperdesaan, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan transportasi, air minum, dan irigasi serta untuk daerah tertentu yang belum ada listrik mealui pendekatan pemberdayaan masyarakat yang diharapkan kegiatan ekonomi sosial, dan budaya perdesaan semakin tumbuh dan berkembang. Keberhasilan atau kegagalan PKPS BBM IP sangat tergantung kepada partisipasi masyarakat khususnya masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan PKPS BBM IP dengan beberapa permasalahan pokok yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah Implementasi Program Kompensasi Pengurangan Subsisdi BBM Infra Struktrur Perdesaan (PKPS BBM IP) di  Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo?
2.    Bagaimanakah pemberdayaan masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam Program PKPS BBM IP?
3.    Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi implementasi PKPS BBM IP di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih?

1.3.      Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
  1. Untuk mendiskrepsikan dan menganalisis Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM IP ) di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.
  2. Untuk mendiskrepsikan faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi PKPS BBM  IP di Kecamatan Pengasih.
1.4.      Manfaat Penelitian                     
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
  1. Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan birokrasi pemerintah dan para pelaku (stake holders) yang terlibat dalam pelaksanaan PKPS BBM IP (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Infra Struktur Perdesaan). Selain itu dapat pula digunakan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang PKPS BBM IP dan  pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan.
  2. Dengan diketahuinya  keterlibatan masyarakat, akan lebih memudahkan Pemerintah Kabupaten melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelakasanaan maupun pengawasan pembangunan.
  3.  Secara akademis, untuk memberikan kontribusi mengenai konsep perencanaan pembangunan berdimensi kerakyatan yang berorientasi pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
  4. Memberikan kontribusi praktis kepada Pemerintah Kabupaten untuk lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam Pembangunan Daerah.

Anda bisa dapatkan Judul Skripsi Lengkap dengan pembahasanya. Anda bisa mendownload filenya lengkap dengan isinya dengan cara mengganti biaya pengetikan sebesarRp. 200.000,- Per Skripsi. Silahkan anda Pilih JudulSkripsi yang anda inginkan beserta kode nomor skripsi kewahyuddinyusuf87@gmail.com atau SMS
langsung kenomor 0819 3383 3343
Dengan format, Nama – Alamat – Kode dan judul Skripsi– e.mail – No.Hp. Semua File skripsi bisa anda unduh / Download apabila anda telah mendonasikan biaya pengetikan diatas.

Anda cukup mentransfer uang ke nomor rekening BRI 489201003415532
Atas namaWahyuddin, SE

Mudah bukan....... Ayo tunggu apa lagi....
dari pada bingung


0 Response to "17. PEMBANGUNAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Studi tentang Implementasi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Infra Struktur Perdesaan di Desa Sidomulyo dan Desa Kedungsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel