Membongkar Mitos Gaya Belajar (2)


Baca juga: Membongkar mitos gaya belajar (1)

Andaikan anda seorang guru. Suatu ketika, atas saran seorang kawan, anda mensurvei gaya belajar siswa di kelas anda. Sebagian besar ternyata pembelajar visual: mereka mengaku lebih senang melihat gambar dan diagram daripada membaca teks atau mendengar ceramah suara. 

Apa yang sebaiknya anda lakukan? Menurut para pelopor teori gaya belajar, guru yang baik seharusnya menyesuaikan cara mengajar dengan gaya belajar siswanya. Tapi bagaimana caranya? Jangan kuatir, kalau anda belum bisa melakukannya, ada berbagai seminar dan pelatihan yang bisa anda ikuti! Tentu dengan sedikit biaya investasi :)

Seperti saya tulis sebelumnya, gagasan gaya belajar ini sangat populer. Produk yang dijual para pencetusnya laris manis. Ini industri bernilai jutaan dolar. Yang jadi masalah adalah gagasan ini tidak punya fondasi yang kokoh. Dengan kata lain, penyesuaian antara pengajaran dan gaya belajar masih berstatus mitos!

Teori gaya belajar bisa duji melalui eksperimen yang membandingkan empat kelompok subjek seperti saya tampilkan di bagan berikut: 



Kita siapkan sebuah tugas untuk mempelajari sesuatu. Materi-materi tugas tersebut kemudian disampaikan dalam dua bentuk: visual (gambar, diagram) dan tekstual (tulisan). Sebagai subjeknya, kita cari sekelompok pembelajar visual, dan satu kelompok lagi yang bergaya belajar tekstual. Masing-masing kelompok pembelajar tersebut kita bagi secara acak ke dalam dua kelompok lebih kecil, yang masing-masing mendapat jenis materi yang berbeda. 

Kalau teori gaya belajar benar, maka kelompok A dan D seharusnya paling baik hasil belajarnya. Mereka mendapat materi yang disampaikan dalam bentuk yang sejalan dengan gaya belajarnya. 

Apakah ada eksperimen yang mendukung prediksi teori gaya belajar? Anehnya, meski teori gaya belajar sangatlah populer, tidak banyak eksperimen yang mengujinya. Dan dari sedikit eksperimen yang dilaporkan di literatur ilmiah, tidak satu pun yang menghasilkan pola seperti diduga (Pashler, dkk, 2009). Mengingat bahwa reviewer dan editor jurnal ilmiah jarang menerima eksperimen yang gagal membuktikan hipotesisnya, bisa kita duga bahwa sebenarnya banyak orang sudah berusaha membuktikan teori gaya belajar, namun gagal. 

Inilah yang saya sebut sebagai mitos gaya belajar. Penyesuaian jenis materi atau cara mengajar dengan gaya belajar tidak terbukti meningkatkan hasil belajar. Ini penting untuk ditekankan karena merupakan adalah landasan dari pemasaran produk-produk gaya belajar. Bila asumsi ini keliru, maka berbagai pelatihan dan seminar gaya belajar hanyalah pepesan kosong. 

Tapi bukankah jelas bahwa tiap orang punya gaya belajar yang berbeda? Yup. Saya sendiri merasa punya preferensi terhadap gaya belajar tekstual, misalnya. Anda mungkin juga bisa dengan mudah mengenali gaya belajar anda. Meski demikian, ini berbeda dari klaim bahwa proses belajar akan menjadi lebih efektif jika kita mencerna informasi dalam bentuk yang sesuai dengan kesukaan kita.

Aneh ya? Teori yang terasa begitu masuk akal, ternyata tidak ada buktinya. Untuk memahaminya, kita perlu berbicara tentang proses kognitif yang melandasi pembelajaran. Ini akan saya bahas di tulisan berikut. Stay tuned ;)

Referensi: 
Pashler, McDaniel, Rohrer, & Bjork. (2009). Learning styles: concepts and evidence. Psychological Science in the Public Interest, 9(3), 105-119. dinduh dari http://bjorklab.psych.ucla.edu/pubs/Pashler_McDaniel_Rohrer_Bjork_2009_PSPI.pdf

0 Response to "Membongkar Mitos Gaya Belajar (2)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel