Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah. oleh: Suparman
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah
Pada umumnya Lembaga Pendidikan Islam sebelum madrasah Sebelum timbulnya madrasah atau universitas yang kemudian dikenal sebagai pendididkan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan islam yang bersifat nonformal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas.
Di antara lembaga-lembaga pendidikan islam yang adA sebelum madrasah pada masa klasik cukup banyak. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Abuddin Nata, antara lain:
Di antara lembaga-lembaga pendidikan islam yang adA sebelum madrasah pada masa klasik cukup banyak. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Abuddin Nata, antara lain:
1. Suffah
Suffah merupakan tempat yang dipakai untuk aktivitas pendidikan, biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Kurikulum yang diajarkan adalah membaca dan menghafal Alquran secara benar dan hukum islam di bawah bimbingan langsung dari nabi. pada masa itu setidaknya telah ada sembilan Shuffah yang tersebar di Madinah. Salah satu di antaranya di samping masjid Nabawi. Rasulullah mengangkat Ubaid Ibn al-Samit sebagai guru pada sekolah shuffah di Madinah. dalam perkembangan berikutnya, sekolah Suffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu fonetik.
2. Kuttab / Maktab
Kuttub atau maktab, berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi katab adalah tempat belajar menulis. Sebelum datangnya islam kuttub telah ada di negeri Arab. Walaupun belum banyak dikenal. Di antara penduduk Makkah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab ialah Sufyan Ibnu Umaiyah Ibnu Abdu Syams, dan Abu Qais Ibnu Abdi Manaf Ibnu Zuhroh Ibnu Kilat. Keduanya mempelajarinya di negeri Hirah.
Mengenai waktu belajar di kuttub, Muhammad Yunus menyebutkan dimulai hari sabtu pagi hingga kamis siang dengan waktu sebagai berikut:
1) Al-Qur’an : pagi sampai dengan Dhuha
2) Menulis : Dhuha sampai dengan Dzuhur
3) Gramatikal Arab, Matematika, Sejarah : Ba’da Dzuhur sampai dengan siang.
Jika dikaji dan diuji system Pendidikan Kuttab dengan pendidikan sekarang ini, system pendidikan kuttub mungkin lebih baik dikarenakan nilai yang ditanamkan keterampilan, tanpa ada unsur lain yang mempengaruhi proses pembelajaran. Bagi yang tidak bisa terampil maka ia tertinggal.
3. Halaqah
Halaqah merupakan institusi pendidikan islam setingkat dengan pendidikan lanjutan atau college. Sistem pengajarannya adalah, murid duduk melingkar dengan guru berada di tengah dengan menjelaskan, menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar terhadap pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di rumah-rumah dan tidak khusus mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqah ini dikelompokan ke dalam lembaga pendidikan yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum atau atau pendidikan tingkat lanjutan. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa halaqah merupakan sekumpulan individu muslim yang bersungguh-sungguh dan berusaha untuk tolong menolong sesama anggota halaqah untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan Islam secara menyeluruh yang berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
4. Majlis
Istiah masjlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama. Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya disaat dunia pendidikan islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi di mana aktivitas pengajaran dan diskusi berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah akivitas pengajaran, sebagi contoh, majlis Al-Nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh nabi, atau majlis Al-Syaf’iartinya majlis yang mengajarkan fiqih imam Syafi’i.
Majlis yang dimaksud adalah suatu majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk mermbahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majlis ini bermula sejak zaman Khulafa Ar-rasyidin, yang biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi dengan para sahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. tempat pertemuan padamasa itu adalah mesjid. Setelah pada masa khalifah Bani Umaiyah tempat majlis tersebut dipindahkan ke istana. dan hanya dihadiri oleh orang orang tertentu saja. Bahkan pada masa khalifah Abbasiyah, majlis sastra ini sangat menjadi kebanggaan. khalifah yang memang pada umumnya khalifah-khalifah Bani Abbas ini sangat menarik perhatian pada perkembangan ilmu pengetahuan.Salon sastra yang berkembang di sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya, menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan.
Pada masa Harun Ar-Rasyid majelis sastra ini mengalami kemajuan yang luar bisa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif didalamnya. Di samping itu pada masa tersebut dunia islam memang diwarnai oleh perkembangan ilmu pengetahuan sedangkan Negara dalam keadaan aman. Pada masa beliau juga sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair, perdebatan antara fuqaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.
Seiring dengan masa perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, majelis digumakan sebagai kegiatan transfer Ilmu pengetahuan sehingga majelis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin Ahmed ada 7 macam majelis, sebagai berikut:
a. Majlis al-Hadits
Majlis ini biasanya diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Ulama tersebut membentuk majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-murid. Majlis ini bisa berlangsung antara 20-30 thun. Dan jumlah peserta yang mengikuti majlis dapat mencapai ratusan ribu orang, seperti majlis yang disampaikan oleh Ashim ibn Ali di masjid al-Rusafa diikuti oleh 100.000 sampai 120.000 orang.
b. Majlis At-Tadris
Majelis ini biasanya menunjukkan kepada majelis selain dari pada hadits, seperti majelis fiqih. Majelis nahwu, atau majelis kalam.
c. Majlis al-Munazharah
Majelis ini dipergunakan sebagai sarana untuk membahas perbedaan mengenai suatu masalah oleh para ulama’. Menurut Ahmad Syalabi khalifah Muawiyah sering mengundang para ulama’ untuk berdiskusi di istananya, demikian juga dengan khalifah al-Ma’mun dan dinasti Abbasiah. Di luar istana majlis ini ada yang dilaksanakan secara kontinu dan spontanitas, bahkan ada yang berupa kontes terbuka dikalangan ulama’. Untuk model ini biasanya hanya dipakai untuk mencari populeritas ulama’ saja.
d. Majlis al Muzakarah
Majelis ini merupakan inovasi dari murid-murid yang belajar hadis. Majelis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat dan mengulangi pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru. Pada perkembangan berikutnya, majlis al-Muzakarah ini dibedakan berdasarkan materi yang didiskusikan, yaitu meliputi: sanad hadis, materi hadis, perawi hadis, hadis-hadis dhoif, korelasi hadis dengan bidang ilmu tertentu, kitab-kitab musnad.
Dengan adanya majlis Mudzakarah ini bertujuan agar tukar pemikiran dan pemecahan masalah mteri bisa dipecahkan dengan jalan diskusi yang intrn dan otak yang memanas bukan hati yang terasa panas.
e. Majlis al-Syu’ara
Majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair dan juga sering dipakai untuk kontes para ahli syair
f. Majlis al-Adab
Majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah dan laporan sejarah bagi orang orang terkenal.
g. Majelis al-Fatwa dan Majlis al-Nazar
Majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah di bidang hukum kemudian difatwakan. Disebut pula majelis al-Nazar karena karakteristik Majelis ini adalah majlis tempat perdebatan diantara ulama fiqih/hukum islam.
5. Masjid
Dilihat dari segi harfiyah mesjid adalah tempat sembah-Yang. Perkataan mesjid berasal dari bahasa arab. Kata pokoknya Sujudan, Fiil Madinya sajada (ia sudah sujud). Fi’il madinya sajada diberi awalan Ma, sehingga terjadilah isim makan. Isim makan ini menyebabkan berubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjid dari ejaan aslinyanya adalah Masjid (dengan a) pengambilan alih kata Masjid oleh bahasa Indonesia umumnya membawa proses perubahan bunyi a menjadi e sehingga terjadilah bunyi Mesjid. Perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan me dalam bahasa Indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah tentu kesalahan umum seperti ini dalam Indonesianisasi kata-kata asing sudah biasa. Dalam ilmu bahasasudah menjadi kaidah, kalau suatu penyimpangan atau kesalahan dilakukan secara umum, ia dianggap benar. Menjadilah ia kekecualian.
Sedangkan secara umum Mesjid adalah tempat suci umat islam yang berfungsi sebagai tempat ibadah, pusat kegiatan keagamaan, dan kemasyarakatan yang harus dibina, dipelihara dan dikembangkan secara teratur dan terencana. untuk menyemarakan siar islam, meningkatkan semarak keagamaan dan menyemarakan kualitas umat islam dalam mengabdi kepada allah, sehingga partisipasi dan tanggung jawab umat islam terhadap pembangunan bangsa akan lebih besar.
Mesjid disamping sebagai tempat ibadah, tempat berdialog antara hamba dan Khaliknya, juga berfungsi sebagai wahana yang tepat, guna bagi pembinaan manusia menjadi insan yang beriman bertaqwa dan beramal shalih, mesjid bukan hanya tempat sembah-Yang dan tempat sujud semata, melainkan pula sebagai tempat kegiatan sosial dan kebudayaan maka bangunan Mesjid harus dijaga kesuciannya. Kesucian dimaksud adalah baik secara fisik kerapian tempat maupun persyaratan bagi setiap yang memasuki.
Setelah hijrah ke Madiah, pendidikan kaum muslimin berpusat di masjid-masjid. Masjid Quba merupakan masjid pertama yang dijadikan Nabi sAW sebagai institusi pendidikan. Di dalam masjid, Rasulullah mengajar dan memberi khotbah dalam bentuk halaqah di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari. Semakin luas wilayah islam yang ditaklukan islam, semakin meningka bilangan masjid yang didirkan, di antara masjid yang dijadikan pusat penyabaran ilmu dan pengetahuan ialah Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjid Kufah, masjid Bashrah, dan banyak lagi.
Begitu juga pada masa khalifah bani umayah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat pengembagan ilmu pengetahan terutama yang besifat keagamaan. Selanjutnya pada masa Dinasti Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan islam, masjid-masjid yang didirikan oeh para penguasa pada umumnya tempat untuk pendidikn anak-anak, pengajaran orang dewasa (halaqah), juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap. Fungsi utama mesjid yang lainnya adalah sebagai tempat pendidikan. Beberapa mesjid, terutama mesjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di mesjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim.
Oleh sebab itu implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan islam adalah: mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT. Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan, dan menanamkan solideritas social, serta menyeadarkan hak-hak dan kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial dan warga Negara. Serta memberi rasa ketentrmaan, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimism dan pengadaan penelitian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
madrasah adalah tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.
Latar belakang munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam seelum madrasah adalah dakwah Islam, dan pengembangan ilmu pengetahuan, kemudian berkembang menjadi faktor ekonomi dan politik. Selain itu juga disebabkan oleh bertambahnya jumlah kaum muslimin maka bertambah pula jumlah lembaga pendidikan Islam.
Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah adalah sebagai berikut: (a) Suffah (b) Kuttub/ Maktab (c) halaqah, (d) majlis, yang ada 7 macam majlis sebagai berikut: Majlis al-Hadits, Majlis At-Tadris, Majlis al-Munazharoh, Majlis al Muzakaroh, Majlis al-Syu’ara, Majlis al-Adab dan Majelis al-Fatwa dan Majlis al-Nazar.(e) Masjid
B. Saran
Hendaknya makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran bagi pembaca dan kami harapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak, utamanya bagi penyusun dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (Ed.), Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasih dan Pertengahan. PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta.2004
Drs. Hasbullah Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.1995
H. Abdullah Nata, Azyumardi Azra, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia. PT. Gramedia, Jakarta.2001
http//: Jendelaislami.blogspot.com,Muhammad Ashari,M.Pd.I, Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah., Kamis,26 Maret 2015
0 Response to "Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah. oleh: Suparman"
Post a Comment