6. ANALISIS KEMAMPUAN KONSELING PARA PENDAMPING PEMAKAI DENGAN KETERGANTUNGAN NAPZA DI KOTA MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010 adalah peningkatan kesadaran, kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui tercapainya masyarakat bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal
diseluruh wilayah Republik Indonesia. (Depkes, RI 1999).
diseluruh wilayah Republik Indonesia. (Depkes, RI 1999).
Peningkatan Profesionalisme dalam pelayanan kesehatan merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan untuk mencapai Indonesia Sehat 2010. Profesionalisme adalah sikap atau budaya yang didasari ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta nilai-nilai moral dan etika. Sikap ini diperlukan untuk menjalankan misi pembangunan kesehatan dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010 termasuk peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk itu diperlukan tenaga kesehatan yang profesional, yaitu tenaga kesehatan yang mempunyai standar kompetensi tertentu, yang didasari oleh pendidikan dan pelatihan yang diperlukan selalu mengembangkan diri melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan, dan bekerja dengan dilandasi oleh nilai-nilai moral, etika dan kemanusiaan.
Saat ini Indonesia menghadapi persoalan yang berat sehingga konsekuensi semakin hebatnya pengaruh globalisasi dalam segala bidang. Bukan saja dalam masalah politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup serta masalah keamanan yang akan menghadapi tantangan berat, akan tetapi juga dalam masalah khusus misalnya penyalahgunaan NAPZA.
Dari sidang umum ICPO (International Criminal Police Organization) ke-66 tahun 1977 di India, yang diikuti oleh seluruh anggota yang berjumlah 177 negara dibenua Amerika, Asia, Eropa, Afrika, dan Australia, Indonesia termasuk dalam daftar jajaran tertinggi negara-negara yang menjadi sarang pengedar obat-obat jenis psikotropika seperti ekstasy, disejajarkan antara lain dengan Jepang, Thailand, Malaysia, Philipina dan Hongkong.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah kasus penyalahgunaan NAPZA di Indonesia dari tahun 1998-2003 adalah 20.301 orang, dimana 70 % diantaranya berusia 15-19 tahun. Hasil ini juga diperkuat oleh penelitian Hawari (1990) yang menyebutkan bahwa sebagian besar penyalahgunaan / ketergantungan NAPZA berumur antara 13-25 tahun (97%).
Hasil survey terakhir yang dilakukan BNN pada tahun 2004 lalu terungkap bahwa dari 1,5 % jumlah penduduk Indonesia atau 3,2 juta orang adalah pecandu Napza. Dari jumlah itu 15.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat NAPZA. Data BNN juga menunjukkan bahwa kasus NAPZA juga mengalami peningkattan 28,9% antara 2000-2004. Pada tahun 2000 tercatat 3.478 kasus dan pada 2004 tercatat 8.401 kasus.
Menurut data dari Polda Sulawesi-Selatan, Kota Besar Makassar tercatat jumlah kasus maupun pelakunya sejak 3 tahun terakhir semakin bertambah dan untuk tahun 2000 meningkat luar biasa dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 1998 tercatat jenis tindak pidana 75 kasus, putusan tindak pidana 74 kasus. Terungkap 48 orang pengguna narkoba dan 37 orang pengedar barang NAPZA beserta barang buktinya, dan selanjutnya pada tahun berikutnya hingga tahun 2000 dari bulan Januari sampai dengan Juni, tertangkap pengguna NAPZA 99 orang dan 43 orang pengedar NAPZA beserta barang buktinya. Jenis obat terlarang yang sering digunakan adalah jenis amfetamin (ekstasy, shabu-shabu) dan heroin (putaw).
Kota Makassar sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia bagian timur tidak lepas dari masalah penyalahgunaan NAPZA. Kota Makassar sekarang bukan hanya manjadi kota transit NAPZA untuk menyebarkannya kekota-kota lain di Indonesia, tetapi juga menjadi sasaran pengedaran NAPZA.
NAPZA sudah merambah kemana-mana yang menjadi sasaran bukan hanya tempat-tempat hiburan malam, tetapi sudah merambah kedaerah pemukiman, kampus dan bahkan sekolah-sekolah.
Dengan melihat data tersebut maka dapat dilihat bahwa dengan semakin meningkatnya angka penyalahgunaan NAPZA serta dampak dari akibat yang ditimbulkannya yaitu angka kriminalitas dan pengangguran yang meningkat, maka dibutuhkan peningkatan pelayanan keprofesionalan petugas kesehatan termasuk aspek promosi kesehatan dalam bidang konseling tenaga kesehatan.
Batasan tentang tingginya angka pengguna NAPZA di Makassar, menjadikan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyadari perlu dan pentingnya ikut bersama dengan pemerintah untuk membantu meringankan beban para penderita dengan ketergantungan NAPZA.
Salah satu cara yang dikembangkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu adalah usaha dampingan yang membantu pemakai NAPZA untuk meningkatkan kesadaran mereka dalam mengenal bahaya dan akibat dari penggunaan NAPZA melalui jasa konseling.
Masyarakat yang ingin secara sukarela termasuk para mantan pengguna NAPZA yang rata-rata berpendidikan sekolah menengah dan usia sekitar 17-35 tahun ikut serta dalam melakukan usaha dampingan yang diadakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Smith dan Metzner, 1970 bahwa ia mencatat adanya perbedaan dimensi. Disebutkan bahwa para petugas kesehatan penyelenggara kesehatan, dimensi kualitas yang dipandang paling penting adalah pengetahuan yang dimiliki oleh para petugas kesehatan (80%). Perhatian petugas kesehatan secara pribadi terhadap pasien (60%), keterampilan petugas kesehatan (50%), efesiensi pelayanan kesehatan (45%) serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien (8%) (Azrul ,A,1996).
Permasalahan yang senantiasa terus berlangsung adalah mengenai pengembangan dan pembentukan citra diri yang positif, penemuan gaya hidup yang layak yang dijalankan dalam bekerja dan pemanfaatan waktu yang luang, mempelajari dan menggunakan keterampilan membuat keputusan, penegasan nilai yang dianut seseorang pemahaman (persepsi) dan penerimaan tentang proses kehidupan dari lahir sampai akhir hayat (Depkes,1995).
Strategi dalam promosi pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah antara lain yaitu Advokasi, bina suasana dan termasuk didalamnya usaha penggerakan masyarakat. Gerakan masyarakat (Empoverment) adalah suatu upaya yang sistematis dan terorganisir untuk menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat berdaya dan mandiri berperilaku sehat yaitu tidak menyalahgunakan NAPZA dengan metode dan cara yang digunakan salah satunya adalah Konseling Kesehatan.(Strategi Promosi Kesehatan Depkes RI,2001)
Pelayanan konseling adalah salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari penerapan promosi kesehatan yang dapat membantu masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Pelayanan konseling dapat dilakukan oleh para tenaga yang terlatih dan terdidik dan biasanya terdapat pada lembaga sosial kemasyarakatan dan institusi kesehatan lainnya termasuk rumah sakit dan klinik kesehatan.
Untuk peningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan sikap profesionalisme diperlukan konseling yang berupa pemberian informasi yang objektif dan lengkap, dilakukan secara sistematis, dengan panduan komunikasi therapeutic dan interpersonal,penguasaan klinik sehingga petugas kesehatan mampu menyerap informasi tersebut dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Melihat dari data penyalahgunaan NAPZA yang semakin hari semakin meningkat serta dampak yang ditimbulkannya maka perlu dipikirkan berbagai upaya untuk mencari solusi dan permasalahan tersebut untuk itu perlu dituntut kepada para petugas pelayanan kesehatan dalam melayani masyarakat untuk dapat meningkatkan keprofesionalan dalam bekerja yaitu salah satunya adalah upaya meningkatkan kemampuan dalam bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yaitu pelayanan dibidang konseling kesehatan.
Untuk peningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan sikap profesionalisme diperlukan pengetahuan dan skill yang luas berupa pemberian informasi yang objektif dan lengkap, dilakukan secara sistematis, dengan panduan komunikasi terapeuticdan interpersonal, berangkat dari pendekatan masalah, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu tinjauan terhadap kemampuan konseling pendamping pemakai dalam melaksanakan tugas pelayanan kesehatan terhadap klien dengan ketergantungan NAPZA dilandasi dengan tingkat pengetahuan tentang konseling, persepsi terhadap konseling, dan keterampilan komunikasi interpersonal dalam pelaksanaan konseling.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis secara mendalam kemampuan konseling para pendamping pemakai dengan ketergantungan NAPZA di Kota Makassar.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis secara mendalam kemampuan konseling para pendamping pemakai dengan ketergantungan NAPZA di Kota Makassar.
2. Tujuan khusus
a. Untuk menganalisis secara mendalam pengetahuan konseling para pendamping pemakai dengan ketergantungan NAPZA.
b.Untuk menganalisis secara mendalam persepsi dalam konseling para pendamping pemakai tentang pentingnya konseling dengan ketergantungan NAPZA.
b.Untuk menganalisis secara mendalam persepsi dalam konseling para pendamping pemakai tentang pentingnya konseling dengan ketergantungan NAPZA.
c. Untuk menganalisis secara mendalam keterampilan komunikasi interpersonal dalam pelaksanaan konseling para pendamping pemakai dengan ketergantungan NAPZA.
D. Manfaat Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Diharapkan dapat memberikan atau menambah wawasan keilmuan kita, dan sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.
Diharapkan dapat memberikan atau menambah wawasan keilmuan kita, dan sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan menjadi salah satu sumber informasi dan masukan kepada institusi rumah sakit, klinik kesehatan Lembaga-lembaga Sosial kemasyarakatan (LSM) yang terkhusus melayani pasien ketergantungan NAPZA untuk mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam meningkatkan pelayanan konseling kesehatan.
3. Manfaat Peneliti
Penelitian ini akan menjadi pengalaman yang sangat berharga dan memperluas wawasan dan pengetahuan tentang kemampuan konseling pendamping pemakai dalam pelayanan kesehatan.
Diharapkan menjadi salah satu sumber informasi dan masukan kepada institusi rumah sakit, klinik kesehatan Lembaga-lembaga Sosial kemasyarakatan (LSM) yang terkhusus melayani pasien ketergantungan NAPZA untuk mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam meningkatkan pelayanan konseling kesehatan.
3. Manfaat Peneliti
Penelitian ini akan menjadi pengalaman yang sangat berharga dan memperluas wawasan dan pengetahuan tentang kemampuan konseling pendamping pemakai dalam pelayanan kesehatan.
Anda bisa dapatkan Judul Skripsi Lengkap dengan pembahasanya. Anda bisa mendownload filenya lengkap dengan isinya dengan cara mengganti biaya pengetikan sebesarRp. 200.000,- Per Skripsi. Silahkan anda Pilih JudulSkripsi yang anda inginkan beserta kode nomor skripsi kewahyuddinyusuf87@gmail.com atau SMS
langsung kenomor 0819 3383 3343
Dengan format, Nama – Alamat – Kode dan judul Skripsi– e.mail – No.Hp. Semua File skripsi bisa anda unduh / Download apabila anda telah mendonasikan biaya pengetikan diatas.
Anda cukup mentransfer uang ke nomor rekening BRI 489201003415532 Atas nama Wahyuddin, SE
Mudah bukan....... Ayo tunggu apa lagi....
dari pada bingung
dari pada bingung
0 Response to "6. ANALISIS KEMAMPUAN KONSELING PARA PENDAMPING PEMAKAI DENGAN KETERGANTUNGAN NAPZA DI KOTA MAKASSAR"
Post a Comment