Ya Allah! Karena Sangat Miskin, Nenek di Jatim Ini Terpaksa Makan Rumput…
Inilah kisah sedih yang dialami oleh seorang nenek yang hidupnya sebatangkara, Sulimah alias Rokayah. Masyarakat sekitar biasa memanggilnya Bu Kaya. Meski dipanggil Bu Kaya, namun kondisi ekonominya sangat memprihatikan.
Warga Dusun Krajan B, Desa Gambirono, Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur (Jatim) ini, hidup serba kekurangan. Jangankan rumah layak, untuk makan sehari-hari saja susah. Bahkan karena tak ada yang bisa dimakan, Bu Kaya beberapa kali terpaksa makan rumput.
Seperti dilansir detik.com, Kamis (2/3/2017), Sulimah tinggal di pinggir jalan raya, tepatnya di depan SDN 1 Gambirono. Saat wartawan datang, ia terlihat sibuk mengumpulkan sisa-sisa bambu di depan rumah. Ia langsung tergopoh-gopoh menyalami wartawan sembari mempersilahkan masuk ke dalam rumah.
Pintu yang hanya terbuat dari anyaman bambu, langsung dibukakan. Saat masuk, terlihat dua kursi dan satu meja usang tak tertata di ruang tamu. Itupun kondisinya sudah mulai keropos.
Demikian juga dengan kondisi rumah. Jauh dari layak. Dapur dan kamar menjadi satu. Hanya disekat sebuah lemari berukuran kecil. Tak jauh dari lemari itu, terdapat dipan reot tempat Bu Kaya melepas penat.
Bu Kaya hanya memiliki satu lemari yang dipakai menyimpan makanan, pakaian dan peralatan dapur. Sementara untuk memasak, Bu Kaya menggunakan tungku yang terbuat dari batu bata dan tanah. Itupun kondisinya sudah hancur.
Warga Dusun Krajan B, Desa Gambirono, Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur (Jatim) ini, hidup serba kekurangan. Jangankan rumah layak, untuk makan sehari-hari saja susah. Bahkan karena tak ada yang bisa dimakan, Bu Kaya beberapa kali terpaksa makan rumput.
Seperti dilansir detik.com, Kamis (2/3/2017), Sulimah tinggal di pinggir jalan raya, tepatnya di depan SDN 1 Gambirono. Saat wartawan datang, ia terlihat sibuk mengumpulkan sisa-sisa bambu di depan rumah. Ia langsung tergopoh-gopoh menyalami wartawan sembari mempersilahkan masuk ke dalam rumah.
Pintu yang hanya terbuat dari anyaman bambu, langsung dibukakan. Saat masuk, terlihat dua kursi dan satu meja usang tak tertata di ruang tamu. Itupun kondisinya sudah mulai keropos.
Demikian juga dengan kondisi rumah. Jauh dari layak. Dapur dan kamar menjadi satu. Hanya disekat sebuah lemari berukuran kecil. Tak jauh dari lemari itu, terdapat dipan reot tempat Bu Kaya melepas penat.
Bu Kaya hanya memiliki satu lemari yang dipakai menyimpan makanan, pakaian dan peralatan dapur. Sementara untuk memasak, Bu Kaya menggunakan tungku yang terbuat dari batu bata dan tanah. Itupun kondisinya sudah hancur.
“Ya seperti inilah kondisi rumah saya. Karena memang saya tidak punya anak dan keluarga. Suami meninggal beberapa tahun lalu,” katanya dengan logat Madura.
Rumah itu dibangun di atas tanah PTPN X oleh mendiang suaminya puluhan tahun lalu. Kondisinya yang sudah renta karena termakan usia, membuat Bu Kaya tak bisa berbuat banyak.
“Rumah saya biarkan begitu saja, meski sudah banyak yang rusak. Ya mau gimana, wong saya sudah tua, tidak punya apa-apa, keluarga ya juga tidak punya,” tambahnya.
Pernah beberapa kali saat hujan turun tengah malam, rumah itu bocor. Meminta bantuan tetangga, rasanya tidak mungkin. Akhirnya, Bu Kaya memilih menggelar alas dan tidur di bawah kolong ranjang. “Yang penting bisa tidur,” ungkapnya.
Saat-saat kondisi seperti itulah, Bu Kaya merasakan kepedihan yang mendalam. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, Bu Kaya mengandalkan pemberian tetangga. Itu pun tak setiap hari tetangganya mau berbagi.
Bahkan yang membuat trenyuh, Bu Kaya 3 kali memakan rumput karena tidak memiliki beras. “Terakhir, saya makan rumput sekitar 10 hari yang lalu,” jelasnya.
Rumah itu dibangun di atas tanah PTPN X oleh mendiang suaminya puluhan tahun lalu. Kondisinya yang sudah renta karena termakan usia, membuat Bu Kaya tak bisa berbuat banyak.
“Rumah saya biarkan begitu saja, meski sudah banyak yang rusak. Ya mau gimana, wong saya sudah tua, tidak punya apa-apa, keluarga ya juga tidak punya,” tambahnya.
Pernah beberapa kali saat hujan turun tengah malam, rumah itu bocor. Meminta bantuan tetangga, rasanya tidak mungkin. Akhirnya, Bu Kaya memilih menggelar alas dan tidur di bawah kolong ranjang. “Yang penting bisa tidur,” ungkapnya.
Saat-saat kondisi seperti itulah, Bu Kaya merasakan kepedihan yang mendalam. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, Bu Kaya mengandalkan pemberian tetangga. Itu pun tak setiap hari tetangganya mau berbagi.
Bahkan yang membuat trenyuh, Bu Kaya 3 kali memakan rumput karena tidak memiliki beras. “Terakhir, saya makan rumput sekitar 10 hari yang lalu,” jelasnya.
Rumput liar yang tumbuh di belakang rumahnya, dicabuti. Agar cepat dicerna, rumput itu diulek lebih dahulu sebelum akhirnya dimakan. “Saya anggap minum jamu aja,” tambahnya.
Beruntung, setelah memakan rumput itu, Bu Kaya mengaku tidak merasakan sakit. Bahkan, diapun memiliki kiat yang cukup ekstrem agar tubuhnya tetap sehat. “Saya sering menelan abu sisa pembakaran dicampur air kapur, biar tidak sakit,” sambungnya.
Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Bu Kaya mendambakan hidup layak seperti masyarakat pada umumnya. Tak perlu mewah, asal ada yang mau peduli dan memberinya makan, itu dirasa sudah cukup.
“Tapi semuanya saya serahkan kepada yang kuasa dan saya akan jalani hidup ini apa adanya,” ungkapnya.
Beruntung, setelah memakan rumput itu, Bu Kaya mengaku tidak merasakan sakit. Bahkan, diapun memiliki kiat yang cukup ekstrem agar tubuhnya tetap sehat. “Saya sering menelan abu sisa pembakaran dicampur air kapur, biar tidak sakit,” sambungnya.
Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Bu Kaya mendambakan hidup layak seperti masyarakat pada umumnya. Tak perlu mewah, asal ada yang mau peduli dan memberinya makan, itu dirasa sudah cukup.
“Tapi semuanya saya serahkan kepada yang kuasa dan saya akan jalani hidup ini apa adanya,” ungkapnya.
0 Response to "Ya Allah! Karena Sangat Miskin, Nenek di Jatim Ini Terpaksa Makan Rumput…"
Post a Comment