UPAYA PENGGUNAAN WAKTU LUANG UNTUK BELAJAR BAGI ANAK


UPAYA-UPAYA PENGGUNAAN WAKTU LUANG

UNTUK BELAJAR BAGI ANAK
 
 A.   Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi setiap individu. Betapa tidak, dengan pendidikan maka manusia mampu dibina dan dikembangkan menjadi individu yang utuh, warga masyarakat yang baik dan bermanfaat, individu yang sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai kepentingan dan ketergantungan terhadap terciptanya dan terhadap sesama manusia.
Berkat adanya kemajuan di bidang ilmu dan teknologi, maka
secara bertahap kendala yang dihadapioleh dunia pendidikan di tanah air khususnya, telah mulai dirasakan berkurang. Terbukti dengan masuknya teknologi pendidikan dalam system pendidikan nasional telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional. Salah satu kontribusi yang dimaksud adalah semakin ringannya beban guru dalam melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajar. Di samping itu, bertambah pula wawasan berpikir para staf pengajar dalam menciptakan program pengajaran yang diperlukan oleh anak didik.
Sejalan dengan era reformasi pada semua sub sector kehidupan manusia yang berlangsung pada saat sekarang ini, maka masyarakat dituntut agar dapat berperan serta dalam mengikuti proses reformasi tersebut. Dalam hal ini, pendidikan merupakan syarat utama yang harus dimiliki dan dikembangkan. Oleh karena melalui pendidikan diharapkan dapat tercipta suatu kondisi mental serta sikap masyarakat untuk dapat menerima dan bertindak secara positif dalam proses perubahan tersebut.
Pendidikan adalah merupakan suatu proses menstransformasi nilai-nilai, moral dan logika berpikir kepada seseorang atau kelompok orang. Proses tersebut dapat berlangsung secara bersama-sama (institusi pendidikan) dan dapat pula secara privat dan lingkungan rumah tangga. Oleh sebab itu kegiatan pendidikan pada dasarnya harus didukung oleh factor-faktor yang salin integrative, seperti faktor keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah bahkan kebijaksanaan pemerintah harus mencerminkan dukungan sepenuhnya terhadap proses pendidikan.
Esensi proses penyelenggaraan pendidikan adalah melahirkan manusia-manusia cerdas yang mampu mereformasi diri dan bangsa kearah yang lebih baik, sehingga harapan-harapan dan ide-ide yang tergambar dalam cita-cita bangsa dan Negara, sebagaimana termaktub dalam konstitusi dapat diwujudkan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Proses belajar tidak hanya dapat berlangsung di sekolah, akan tetapi kegiatan tersebut dapat saja dilakukan di rumah dengan bimbingan orang tua atau keluarga, dan kepada anak didik apalagi terhadap anak didik yang baru pada jenjang Sekolah Dasar sangat membutuhkan bimbingan di rumah, dengan menggunakan waktu luang untuk belajar. Seperti halnya terhadap mata pelajaran tertentu, yang lebih bersifat bahasa verbal, di mana dengan membaca buku-buku yang tersedia baik baik dalam bentuk buku paket yang dibeli maupun oleh sumber-sumber bacaan yang lain yang ada hubungannya dengan pelajaran sekolah. Proses belajar dengan menggunakan waktu luang di rumah dapat dilakukan dengan cara tidak monoton dengan hanya mengandalkan proses verbal saja, akan tetapi dapat dilakukan penyegaran-penyegaran melalui media televise dan radio, yang mengandung fungsi pendidikan di samping fungsi hiburan dan informasi.
Pemanfaatan waktu luang untuk belajar di rumah adalah merupakan tuntutan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa yang bersangkutan. Waktu luang umumnya terdapat pada saat di rumah dan umumnya kurang dimanfaatkan oleh siswa terutama dalam mengulangi pelajaran yang diterima dis ekolah, dan hanya dimanfaatkan untuk bermain-main. Meskipun demikian banyak siswa yang secara kebetulan memiliki kesibukan-kesibukan untuk membantu orangtuanya baik untuk mencari nafkah maupun untuk keperluan dalam rumah, dan lain-lain sebagainya.
Penggunaan waktu luang untuk belajar di rumah pada dasarnya harus dilakukan setiap siswa dalam rangka memperoleh prestasi belajar di sekolah.

B.   Tujuan
1.    Untuk mengetahui penggunaan waktu luang untuk belajar.
2.    Untuk mengetahui pendidikan secara umum dan khusus.
3.    Untuk mengetahui pengertian dan konsep keberhasilan belajar bagi anak usia dini.
4.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi untuk belajar bagi anak usia dini.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Penggunaan Waktu Luang Untuk Belajar
Silih bergantinya siang dan malam adalah merupakan pertanda suatu dinamika waktu yang bergerak dengan cepat seiring detak jantung manusia. Waktu adalah merupakan pertanda kehidupan manusia berjalan. Waktu adalah merupakan batasan terhadap kapan sesuatu dimulai dan kapan harus diakhiri, dan dapat pula dikatakan sebagai aturan-aturan tentang tata tertib mengenai aktivitas-aktivitas, agar manusia dapat membuat jadwal tentang kapan bekerja, kapan beristirahat, dan lain-lain sebagainya.
Dalam kegiatan manusia sehari-hari, umumnya telah bersepakat waktu dibagi atas 24 jam sehari semalam atau 1.440 menit sehari semalam. Dan dari waktu tersebut umumnya orang menggunakan waktu tersebut untuk aktivitas formal, misalnya pegawai, karyawan selama 8-10 jam sehari semalam. Dan dunia pendidikan di Indonesia, terutama pada tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), SD, SMP, SMA penggunaan waktu untuk proses belajar atau anak didik berada sekitar 3 s.d 7 jam. Dengan demikian apabila secara kasar dihitung, maka sesungguhnya waktu luang untuk belajar di rumah masih cukup banyak tergantung kapan waktu itu dapat digunakan.
Bagi anak didik Taman Kanak-Kanak, penggunaan waktu luang untuk belajar pada dasarnya dapat dilakukan setelah beristirahat, sepulang sekolah antara jam 16.00 atau jam 4 sore sampai dengan pukul 10 malam (22.00). Meskipun demikian dalam kenyataannya aktivitas-aktivitas sebagian anak masoih cukup banyak pada sore hari, seperti bermain, menonton dan lain-lain sebagianya. Pada wilayah perkotaan waktu pada sore hari tersebut umumnya digunakan untuk les privat. Dengan demikian anak-anak mengunakan waktu luang mengulangi pelajaran-pelajarannya yang diterima di sekolah dilakukan pada malam hari, setelah selesai makan malam antara pukul 19.00 s.d 22.00.
Penggunaan waktu belajar di luar jam pelajaran sekolah, sangat bervariatif, karena banyak anak-anak sangat memaksimalkan waktu-waktu tersebut, terutama kalau ada pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh guru di sekolah. Dan di pihak lain, ada juga sebagian anak tidak mampu menggunakan waktu luang tersebut, karena faktor-faktor kemalasan, faktor kepentingan membantu keluarga, terlalu banyak menonton dan lain-lain sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa waktu luang untuk belajar di rumah, adalah semua waktu di luar jam pelajaran di sekolah, yang waktunya dapat mencapai 17 jam sehari semalam. Karena kegiatan belajar dapat saja dilakukan pada tengah malam atau subuh dini hari, tergantung kemauan dan motivasi anak dalam memaksimalkan waktu-waktu belajarnya guna mencapai prestasi yang memadai di sekolah.

B.   Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut C. A. Anderson dalam Sudarwan Danim (1995:66) “merupakan sinonim dari sosialisasi, dimana dia menggamit seluruh komunikasi pengetahuan dan pembentukan nilai-nilai, sebagai inti utamanya adalah terhadap anak oleh orang dewasa.
Secara etimologi “pendidikan” berasal dari kata mendidik, yaitu mengasuh anak, membimbing kea rah yang lebih baik, memajukan mental, keindahan fisik atau perkembangan moral.
Dalam Dictionary of Educationyang dikutip dan diterjemahkan oleh A. Muri Yusuf (1996:23) mengemukakan bahwa:
“Pendidikan itu adalah merupakan (1) suatu proses (sejumlah proses secara bersama-sama) perkembangan, kemampuan, sikap dan bentuk tingkah lainnya yang berlaku dalam masyarakat dimana dia hidup (2) suatu proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh lingkungan terpilih dan terkontrol (misalnya sekolah), sehingga ia dapat mengembangkan diri pribadi secara optimum dan kompeten (berwewenang) dalam kehidupan masyarakat (sosial)”.

Dengan demikian seseorang yang mendapatkan pendidikan berarti pula terjadi interaksi dalam diri individu dan dengan masyarakat sekitarnya baik dilihat dari segi kecerdasan/ kemampuan, minat maupun pengalamannya. Mendidik itu adalah usaha/ tindakan yang dilakukan secara sadar dengan bantuan alat pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, sehingga terbentuk manusia yang bertanggung jawab.
Sedangkan John Dewey dalam A. Muri Yusuf (1996:23) mengemukakan bahwa:
“Pendidikan adalah suatu proses pengalaman yang terus menerus, termasuk perbaikan dan penyusunan kembali pengalaman. Karena kehidupan itu adalah merupakan pula proses pertumbuhan, maka pendidikan membantu pertumbuhan atau kehidupan yang tepat tanpa dibatasi oleh usia. Proses pendidikan itu adalah suatu proses penyesuaian yang terus menerus, pada setiap fase  yang menambah kecakapan di dalam pertumbuhan seseorang”.

Nampak kelihatan bahwa John Dewey dalam konsepsi tentang pendidikan menekankan pada perbuatan dan pengalaman “learning by doing, experiencing and under going”. Itu berarti bahwa kegiatan proses pendidikan akan berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan apabila anak sebagai subjek yang berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar mengajar dan pendidik adalah merupakan pengarah, penggerak dan pemudah (organisator, administrator, dan fasilitator) dalam proses tersebut.
Sedangkan Ki Hajar Dewantoro dalam Soewarno (1992:2) mengemukakan bahwa:
“Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia, sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka unsur-unsur pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.    Usaha atau kegiatan bersifat bimbingan atau pertolongan dan dilakukan secara sadar.
b.    Ada pendidik atau pembimbing atau penolong.
c.    Ada yang dididik atau si terdidik.
d.    Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.
e.    Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang digunakan.
Salah satu faktor pemicu utama kemelaratan sosial adalah kebodohan dan pendidikan dianggap kunci utama pemberantasan kebodohan. Tanpa menempuh proses pendidikan yang wajar, manusia tidak akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan daya cipta untuk sekedar mempertahankan hidup eksis apalagi mengembangkannya. Meskipun usaha pemerintah tidak terputus-putus, bahkan menunjukkan tanda-tanda makin mapan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Peraturan Pemerintah No. 27, 28, 29 dan 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi, namun masalah kebodohan masih dirasakan sebagai kendala pembangunan umumnya dan pembangunan sosial khususnya.
Menilai prospek pendidikan sebagai kuda pacuan bagi terwujudnya kesejahteraan sosial (keadaan sejahtera masyarakat) secara makro tidak mudah, meskipun secara  parsial, individu atau kelompok terbatas telah dirasakan dan diterima secara taat asas. Kesukaran itu disebabkan karena beberapa keunikan yang secara nyata berpengaruh terhadap perilaku kependidikan dan perilaku menuju kesejahteraan sosial. Keunikan-keunikan tersebut secara nyata dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.    Jumlah Penduduk usia sekolah (5-19 tahun) sangat banyak. Pada tahun 1990 ada sebanyak 69,5 juta anak usia sekolah atau 38,9% dari jumlah penduduk dan pada tahun 2002 meningkat sebanyak 80,8 juta atau 38,5% dari jumlah penduduk (BPS).
b.    Sebagian besar penduduk anak usia sekolah berada di pedesaan dan masih dibelenggu oleh masalah-masalah internal, serta secara geografis masih sulit dilayani secara intensif dari Kota Kecamatan sekalipun.
c.    Aspirasi masyarakat masuk lembaga pendidikan formal (terutama) sangat tinggi, namun tidak didukung oleh daya tamping yang memadai.
d.    Program-program studi yang ditawarkan pada tingkat Perguruan tinggi banyak berpredikat jenuh, kredibilitas beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan mungkin juga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terutama di daerah diragukan, dan sejalan dengan itu masih banyak mahasiswa berpijak dari acuan asal lulus, malah hanya mengundang masalah frustasi sosial, pengangguran, brutalitas dan beban sosial. Perkembangan dimensi kuantitatif berbanding tidak imbang dengan perkembangan kualitatif, kalaupun tidak disebut bertolak belakang.
e.    Pertumbuhan ekonomi yang belum memadai, karena budaya kawin muda, transportasi yang belum sepenuhnya menunjang atau alas an-alasan lain membuat lulusan pendidikan pada jenjang tertentu tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.
f.     Di beberapa tempat banyak penduduk yang hidupnya amat sederhana (karena keterbelakangan budaya, pendidikan, kemiskinan, dan terisolasi), namun di kota-kota besar orang telah hidup dengan gaya metropolis dan merasakan dampak negatif dan positif arus globalisasi. Dalam skala wilayah, banyak daerah yang perkembangannya masih sangat terbelakang (belum terjamah modernisasi atau baru mendapat perhatian untuk diprioritaskan), namun banyak daerah yang sudah mapan, jenuh dengan kemapanan atau menimbulkan “budaya” egois.
g.    Ada kelompok masyarakat di daerah yang relative belum tersentuh modernisasi namun telah merasakan kebahagiaan dan kemakmuran hidup, dan ada rakyat yang dibelenggu oleh arus modernisasi kota, namun susah hidup (seperti gelandangan, pengemis, pengangguran di kota, pemulung punting rokok, penghuni gubuk liar dan kolong jembatan dan lain-lain). Banyak orang desa yang telah sanggup mengeyam pendidikan tinggi, sebaliknya banyak pula orang kota yang drop out, terjerat narkotika dan minuman kers, melakukan tindakan-tindakan asusila atau tindakan lain di luar batas perikemanusiaan.

C.   Pengertian Keberhasilan Belajar
Adi Negoro (1992:298) mengemukakan bahwa “prestasi adalah segala pekerjaan yang berhasil. Prestasi adalah merupakan perwujudan dari bakat dan kemampuan yang sangat menonjol dalam satu bidang tertentu.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa prestasi adalah perwujudan dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
Dalam kenyataannya bahwa perbuatan belajar itu bermacam-macam. Banyak aktivitas-aktivitas yang oleh hamper setiap orang dapat disetujui kalau disebut perbuatan belajar, seperti mendapatkan perbendaharaan kata-kata baru, menghafal puisi, nyanyian dan sebagainya.
Dalam Diktat Psikologi Pendidikan yang disusun oleh Djaenabong (Tanpa Tahun:19) mengemukakan bahwa:
“Belajar adalah perubahan suatu proses dimana timbul atau dirubahnya suatu kegiatan karena mereaksinya terhadap sesuatu keadaan, perubahan mana tidak disebabkan oleh proses tumbuhnya (kematangan) atau keadaan organism yang sementara serta kelemahan karena pengaruh obat-obatan”.

Sedangkan Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning, yang dikutip oleh Ngalim Poerwanto (1994:80) mengemukakan bahwa “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi system sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi tadi”.
Sedangkan Morgan dalam Ngalim Poerwanto (1994:80) mengatakan bahwa: Belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Selanjutnya menurut Melton dan Mean dalam Razak Daruma (1993:5) mengemukakan bahwa:
“Belajar adalah suatu perubahan dalam pengalaman atau tingkah laku sebagai hasil dari pada observasi bertujuan aktivitas yang penuh pikiran disertai reaksi-reaksi yang penuh motivasi dimana hasil perubahan itu adalah pengalaman.”

Prestasi belajar adalah merupakan hasil yang dicapai oleh anak-anak dalam proses belajar di sekolah yang merupakan paduan dan pencerminan antara bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh tiap-tiap anak didik, oleh sebab itu untuk mencapai prestasi yang baik, dalam hal ini tidak luput dari usaha bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa dalam proses belajar anak di rumah.
Prestasi atau hasil belajar adalah merupakan perwujudan dari kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas pelajaran yang diberikan kepadanya termasuk dalam menempuh ujian, baik sumatif maupun formatif.
Dalam Majalah Analisis Pendidikan terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1990, mengemukakan bahwa; prestasi belajar adalah skor yang diperoleh dalam evaluasi hasil belajar.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa:
“Hasil belajar adalah tingkatan penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan, hasil belajar dalam rangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif dan kemampuan/ kecakapan belajar seorang pelajar”.

Dalam menentukan hasil evaluasi prestasi belajar siswa diberi angka-angka biasanya dipakai skala 0-10 pengukuran hasil belajar. Biasanya pula dinyatakan dengan baik sekali, baik, cukup, sedang dan kurang sekali. Sehubungan dengan penentuan terhadap hasil belajar biasanya digunakan beberapa skema nilai seperti yang dikemukakan berikut ini:
a.    Menggunakan nilai kuantitatif, yaitu dengan angka 0-10 atau 0-100.
b.    Menggunakan kualitatif, yaitu dengan kata-kata misalnya sangat baik, baik, cukup, sedang dan kurang.
c.    Mengkombinasikan nilai tersebut misalnya pada bagian bidang studi digunakan lagi dengan kata lain diberi huruf.
d.    Menggunakan nilai dengan huruf-huruf, misalnya A, B, dan C, serta D.
Prestasi belajar yang merupakan hasil yang dicapai seorang anak (siswa) setelah melakukan kegiatan belajar, hasil tersebut merupakan hasil kecakapan yang nyata dari siswa yang dapat diukur langsung dengan menggunakan hasil belajar atau achievement test. Dapat dilihat pada daftar nilai dalam setiap mata pelajaran yang diikuti melalui ujian atau ulangan.

D.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Belajar sebagai suatu proses atau aktivitas tentu mempunyai suatu tujuan yaitu memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Dalam menempuh semua ini tentu diadakan penilaian, yang dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan atau prestasi yang dicapai. Di dalam penilaian ini seringkali ditemukan dua kemungkinan sebagai hasil dari penilaian tadi, yaitu:
1.    Berhasil, sukses dan tidak mengalami suatu kesulitan atau hambatan-hambatan yang berarti.
2.    Gagal atau belum berhasil dan tidak suskes karena adanya pengaruh dari faktor-faktor tertentu.
Kedua faktor tersebut di atas, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh dua faktor yang dominan dan dalam lingkup dan kehidupan manusia. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1.    Faktor internal, dan
2.    Faktor eksternal

Ad. 1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang bersumber dalam individu yang sangat mempengaruhi dalam proses dan prestasi belajar. Faktor yang sumbernya dari dalam diri individu adalah:
a.    Faktor Fisiologis (fisik/ jasmani)
Faktor fisiologis ini masih dapat dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu (1) keadaan jasmani pada umumnya dan (2) keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu.
1)    Keadaan jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatarbelakangi aktivitas belajar; keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar; keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dengan yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan:
·         Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya keadaan jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan sebagainya, terlebih-lebih bagi anak-anak yang masih muda, pengaruh itu besar sekali.
·         Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu. Penyakit-penyakit seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan sejenis dengan itu biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi dalam kenyataannya penyakit-penyakit semacam ini sangat mengganggu aktivitas belajar itu.
2)    Keadaan fungsi jasmani terutama fungsi-fungsi panca indera.
Panca indera dapat dimisalkan sebagai pintu gerbang masuknya pengaruh ke dalam individu. Orang mengenal sekitarnya dan belajar dengan menggunakan panca inderanya. Baiknya berfungsi panca indera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsun itu dengan baik. Dalam sistem persekolahan dewasa ini diantara panca indera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar panca indera anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif maupun bersifat preventif, seperti misalnya ada pemeriksaan dokter secara periodik, penyediaan alat-alat pelajaran serta perlengkapan yang memenuhi syarat dan penempatan murid-murid secara baik di kelas (pada sekolah-sekolah) dan sebagainya.
b.    Faktor Psikologis
Yang dimaksudkan dengan faktor psikolgis adalah hal-hal yang mendorong atau mempengaruhi untuk belajar. Faktor psikologis ini menyangkut keadaan kejiwaan individu yang menyertai aktivitas belajar. Adapun faktor psikologis yang dapat mempengaruhi untuk belajar adalah sebagai berikut:
1)    Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam diri pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Jadi motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat kita saksikan. Tiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh suatu kekuatan. Pendorong inilah yang kita sebut motif. Menurut Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behaviour yang dikutip oleh Ngalim Poerwanto (1987:64), mengatakan bahwa:

“Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/ perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang”.

Motivasi sebagai suatu kecenderungan di dalam diri individu untuk bertindak mencapai suatu sasaran/ tujuan yang konkret guna memenuhi kebutuhannya. Menurut Abraham Maslow (Sumadi Suryabrata 1984: 257), bahwa kebutuhan-kebutuhan mansuisa itu antara lain:
a.    Kebutuhan dasar atau fisik seperti makan, minum.
b.    Kebutuhan akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran.
c.    Kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain.
d.    Kebutuhan untuk mendapatkan kehormatan dari masyarakat.
e.    Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.

Dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhinya, mulai dari kebutuhan yang paling mendasar sampai kepada yang paling tinggi. Kesemua ini memerlukan motivasi atau dorongan untuk melaksanakannya, karena tanpa motivasi atau dorongan maka sulit untuk memenuhinya.
Sesuai dengan sifatnya maka motivasi dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
(1)  Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar, seperti misalnya siswa giat belajar karena diberi tahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian, orang membaca sesuatu karena sebelumnya diberi tahu bahwa harus dilakukan sebelum melamar pekerjaan.
(2)  Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi tidak usah dirangsang dari luar, misalnya seorang siswa akan giatmencari buku-buku peralatan yang paling penting untuk dibacanya tanpa ada rangsangan atau dorongan dari luar.
Dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan prestasi belajar siswa, maka yang lebih dominan dalam menggairahkan siswa untuk belajar adalah motivasi intrinsik. Ini disebabkan karena setiap siswa telah tertanam aspirasi-aspirasi atau cita-cita siswa dalam setiap kegiatannya. Cita-cita ini merupakan dasar dari tujuannya untuk belajar. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Arden Frandsen dalam Sumadi Suryabrata (1984: 257), mengatakan bahwa hal-hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut:

a)    Adanya sifat ingin tahun dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
b)    Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu ingin maju;
c)    Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman;
d)    Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperatif maupun dengan kompetitif;
e)    Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran;
f)     Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

Dari uraian tersebut di atas, maka motivasi belajar dapat dikemukakan sebagaimana dinyatakan oleh W.S Winkel dalam bukunya Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar (1983: 27), mengatakan bahwa:
”Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar mengajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai”.

2)    Minat
Minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar mengajar terutama dalam meningkatkan prestasi belajar. Kemampuan siswa dalam menguasai bidang pelajaran, dapat dilihat sudah sampai sejauh mana mata pelajaran tersebut dihayati oleh siswa. Di samping itu seyogyanya hubungan siswa dengan gurunya senantiasa dalam suasana harmonis, keinginan siswa untuk menekuni pelajarannya dengan tekun, merupakan cerminan adanya minat dari siswa yang bersangkutan. Dan begitupula bahwa adanya tingkah laku siswa selalu bolos atau malas bersekolah juga mencerminkan tidak adanya minat terhadap pelajaran. Namun diakui bahwa dalam kenyataannya sehari-hari bahwa tidak semua mata pelajaran diminati atau tidak diminati oleh anak, tergantung pada tingkat kecakapan serta bakat siswa, namun diakui pula bahwa tidak adanya minat siswa pada suatu mata pelajaran biasa juga disebabkan karena tidak adanya dorongan atau kesesuaian dari guru terhadap siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan sebagaimana yang dikemukakan oleh W.S Winkel (1983:30) yang mengatakan bahwa:

“Minat aalah keseluruhan yang agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada bidang/ hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu”.

Timbulnya minat dalam diri seseorang karena didahului adanya perasaan senag dan sikap positif. Jadi minat ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar. Dimana bahwa dalam belajar itu harus dalam kondisi perasaan senang akan menimbulkan sikap dan begitupula sikap positif tadi tentu akan menimbulkan minat yang besar bagi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah.
Perasaan tidak senang menghambat dalam belajar, karena tidak melahirkan sikap yang positif dan tidak menunjang minat dalam belajar; motivasi yang intrinsik juga sukar berkembang.
3)    Intelegensia
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah intelegensi merupakan salah satu masalah pokok; karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak diperhatikan orang. Pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang.
William Stern mengemukakan tentang pengertian daripada intelegensi sebagai berikut: Intelegensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya.
Capat atau tidaknya terpecahkannya suatu masalah tergantung kepada intelegensinya. Dilihat dari intelegensinya kita dapat mengatakan seseorang itu bodoh atau pandai, pandai sekali/ cerdas atau jenius.
Pengaruh intelegensi individu terhadap prestasi belajar sangat besar, hal ini dikatakan karena dengan intelegensi seseorang memungkinkan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.
4)    Bakat
Bakat merupakan potensi atau kemampuan yang dibawa sejak lahir, orang yang berbakat pada suatu bidang tertentu akan mudak menyesuaikan dan menyelesaikannya tanpa paksaan latihan yang terlalu berat. Dalam belajar anak yang berbakat tentu mempunyai daya nalar baik. Daya nalar ini merupakan perwujudan berbagai jenis  tingkat ilmu pengetahuan serta mengekspresikan di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Bingham, bahwa bakat dalam istilah asing adalah aptitude yang berarti suatu kondisi yang khususnya pada seseorang yang memungkinkan dengan suatu laihan dapat mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus.
Pengertian ini menunjukkan bahwa bakat adalah merupakan interaksi dari faktor turunan atau bawaan dari lingkungannya. Hal ini besar sekali pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Sehingga dengan latar belakang bakat yang berbeda dimiliki setiap siswa sudah barang tentu setiap siswa berada pula dalam memerlukan waktu dan proses belajar dari bakat yang berbeda. Sehubungan dengan ini maka ditemukan tiga kategori siswa dalam melakukan proses belajar yaitu:
·         Adanya beberapa siswa yang hanya memerlukan waktu yang singkat dalam proses belajar untuk menyelesaikan tugasnya.
·         Adanya beberapa siswa yang berada diantara fase satu dan dua, atau dengan kata lain normal dalam memerlukan waktu belajar.
·         Adanya beberapa siswa memerlukan waktu belajar yang lama dan lambat.
5)    Kemampuan Dasar
Kurangnya kemampuan siswa mengikuti materi pelajaran pada sekolah yang setingkat lebih atas, disebabkan karena siswa tersebut kurang mengetahui pengetahuan dasar pada waktu menduduki bangku yang lebih rendah (dasar). Kurang memadainya pengetahuan dasar yang dipelrukan pada tingkat pendidikan tertentu akan berakibat terjadinya kesulitan belajar pada tingkat yang lebih tingi. Siswa yang mempunyai pengetahuan dasar yang baik atas suatu mata pelajaran, maka dengan mudah mereka memahami pelajran itu pada tingkat lanjutan, dan kemungkinannya akan menguasai pelajaran itu dibanding dengan siswa yang kurang pengetahuan dasarnya atas pelajaran itu.
Jadi dengan penguasaan pengetahuan dasar, maka akan mampu pula menguasai pelajaran yang lebih tinggi setingkat di atasnya.
6)    Disiplin dan Kebiasaan Belajar
Disiplin adalah keadaan dimana seseorang anak/ siswa untuk mentaati aturan atau tata tertib yang telah ditetapkan. Dalam kenyataannya sehari-hari bahwa banyak siswa yang tidak membiasakan diri untuk menempuh setiap ujian yang diberikan kepadanya sehingga prestasi mereka menurun.
Kemampuan seorang siswa untuk membuat jadwal belajar dan mentaatinya sendiri adalah merupakan prestasi tersendiri bagi siswa itu. Dengan disiplin untuk mentaati jadwal-jadwal belajar yang telah ditentukan maka dengan sendirnya akan membawa siswa kepada kebiasaan belajar sehingga kecintaannya terhadap pelajaran akan lebih besar yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya prestasi belajar di sekolah. Dan begitupula siswa harus dan berkewajiban mentaati segala ketentuan dan aturan-aturan yang ditetapkan di sekolah itu maka siswa akan mampu mencerna setiap mata pelajaran yang diberikan kepadanya.

Ad. 2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar yang datangnya dari luar diri seseorang, baik langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor eksternal ini dapat dibagi atas:

1.    Faktor-faktor Non Sosial
Yang dimaksudkan dengan faktor-faktor non sosial adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan; alat belajar, waktu belajar, tempat belajar, keadaan geografi (alamiah).
1)    Alat Pelajaran
Salah satu sarana yang cukup penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah kelengkapan alat-alat pelajaran. Olehnya itu alat-alat pelajaran ini perlu dilengkapi pada setiap sekolah, begitupula siswa harus terpenuhi kebutuhan- kebutuhannya yang menyangkut perlengkapan pelajarannya agar kelancaran proses belajar baik di sekolah maupun di rumah. Tersedianya alat-alat pelajaran di sekolah akan banyak membantu para guru untuk menyajikan pelajaran kepada siswa, dan begitu pula siswa akan dengan mudah menerima pelajaran. Kelengkapan alat pelajaran tidaklah cukup kalau hanya tersedia di sekolah. Olehnya itu menjadi tugas orang tua sebagai pendidik untuk menyediakan atau melengkapi alat-alat kelengkapan pelajaran di rumah, agar anak (siswa) mampu untuk menyelesaikan pelajarannya di rumah yang dapat berupa pekerjaan rumah atau tugas kerajinan.
2)    Bahan Belajar
Kelengkapan bahan belajar bagi anak, akan membantu memperlancar tercapainya kegiatan belajar. Perlengkapan belajar ini berupa buku-buku sebagai bahan bacaan, termasuk pula materi pelajaran yang diperoleh dari guru baik yang dianjurkan maupun yang tidak dianjurkan. Orang tua harus banyak memperhatikan bahan-bahan belajar anak-anaknya, seperti buku paket, majalah-majalah yang sesuai dengan perkembangannya.
3)    Waktu Belajar
Dalam kenyataannya sehari-hari banyak siswa yang hanya membuang-buang waktu belajarnya, padahal waktu belajar sangat menentukan dalam pencapaian suatu hasil atau prestasi belajar. Tidak sedikit siswa yang menggabungkan antara waktu belajar dan waktu bermainnya, mereka belajar tidak efektif, sehingga siswa akan mengalami kesulitan belajar. Jadi untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik, meningkatkan frekuensi waktu belajar serta mengurangi waktu bermain.
4)    Tempat Belajar
Untuk dapat belajar dengan baik maka salah satu faktor yang menentukan adalah tempat belajar dengan perlengkapan-perlengkapan yang memadai. Seperti bebas dari keributan, hawa terlalu panas atau terlalu dingin. Tempat belajar harus mudah ditempuh tanpa menyusahkan anak atau tempat belajar itu cukup menggairahkan bagi siswa. Tempat belajar dapat diklasifikasikan atas:
·         Tempat belajar di sekolah, yaitu ruangan kelas dengan suasana yang nyaman dan tertib serta teratur, yang mampu membuat siswa berkonsentrasi dengan baik.
·         Tempat belajar di rumah, yaitu tempat atau ruangan yang disediakan oleh orang tua terhadap anaknya, yang dilengkapi dengan meja belajar, rak dan lain-lain yang berkaitan dengan keperluan anak.
5)    Geografi Alamiah
Keadaan alam atau kondisi lingkungan sekitar dimana siswa belajar akan banyak mempengaruhi pula pencapaian belajar yang efektif. Lingkungan alam yang kotor dengan cuaca yang terlalu panas atau dingin, kondisi air yang kotor akan banyak berpengaruh pada kegiatan belajar siswa. Dan begitu pula letak sekolah yang terlalu dekat dengan jalan, pasar atau sekolah terletak pada tempat yang terlalu rendah atau tinggi, kesemua ini dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah. Jadi untuk mendukung pencapaian prestasi belajar siswa maka perlu diperhatikan keadaan-keadaan ini, karena dengan lingkungan alam yang segar, aman dan jauh dari keramaian otomatis akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
2.    Faktor-faktor Sosial
Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi prestasi belajar adalah, faktor yang berkaitan dengan; lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga.
(a)  Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat sebagai tempat bergaulnya anak atau siswa tentu dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam hal tertentu. Hidup pada lingkungan masyarakat dengan pola hidup sejahtera, aman dan sehat, maka akan berpengaruh pada kehidupan anak terutama dalam cara belajarnya. Pada lingkungan ini akan lebih mudah menerima cara-cara hidup dan cara belajar yang baik, hal ini dimungkinkan karena anak akan bergaul dengan lingkungannya yang baik dan tentu menerima sikap dan contoh-contoh yang baik pula. Sebaliknya apabila anak bergaul dengan masyarakat yang kurang sejahtera atau lingkungan dengan kondisi tidak damai dimana banyak kegiatan-kegiatan yang berlebihan dan mengurangi atau mengganggu kegiatan belajar anak misalnya; kegiatan-kegiatan organisasi, olahraga, kesenian, menonton film dan televisi, mendengar radio, berhua-hura yang terlalu banyak dan tidak teratur.
Selain itu juga karena siswa terlalu banyak bergaul dengan teman-teman yang tidak sekolah akibatnya waktu belajarnya berkurang.
(b)  Lingkungan Sekolah
Sekolah sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar secara formal, yang mana pada tempat inilah siswa menerima pelajaran, bergaul dengan sesama, bercanda sesama teman. Di dalam kenyataannya sering ditemukan kelompok-kelompok yang didasarkan atas kesamaan sikap, keinginan, latar belakang keluarga dan kelompok-kelompok studi. Kesemua ini dapat menimbulkan persaingan-persaingan yang apabila tidak dibina dengan baik akan menjurus pada persaingan yang tidak sehat yang pada akhirnya akan merugikan siswa itu sendiri.
Lingkungan sekolah yang tidak baik, dimana terdapat hubungan yang harmonis antara siswa dengan sesama siswa, antara guru dengan siswa dan antara guru dengan guru itu sendiri, maka kelangsungan proses belajar mengajar di sekolah akan banyak mempengaruhi meningkatnya hasil belajar atau prestasi belajar siswa. Persaingan sehat antara siswa untuk mendapatkan prestasi yang tinggi perlu dikembangkan.
(c)  Lingkungan Keluarga
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama, bagi anak-anak. Sebagai lembaga pendidikan yang utama dan pertama tentu sangat penting dan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Di dalam lingkungan keluarga terdapat beberapa faktor lain; cara mendidik orang tua, suasana rumah, kasih sayang orang tua dan keadaan ekonomi.

Cara Mendidik Anak-anak
Orang tua yang baik tentu selalu mau melihat anaknya berhasil atau sukses dalam menempuh suatu pendidikan. Karena keinginan inilah sehingga banyak orangtua terlalu otoritter terhadap anaknya yang sebenarnya mempunyai maksud baik, yaitu agar anaknya dapat berhasil, cepat pintar sehingga tidak segan-segan menghukum, menghardik, mengancam anaknya jika teledor belajar tanpa memperhatikan latar belakangnya. Pokoknya anaknya harus belajar keras. Hal yang demikian tidaklah menguntungkan dalam proses belajar anak, melainkan anak sebagai siswa di sekolah menjadi penggugup, tidak percaya diri dan penakut. Cara mendidik orangtua seperti ini adalah salah.
Jadi untuk mengarahkan serta mendidik anak kearah pencapaiam prestasi belajar yang lebih tinggi maka orangtua sebagai pendidik hendaknya bertindak sesuai dengan tujuan dari pada pendidikan itu sendiri, yaitu membentuk pribadi yang cerdas dan berbudi. Orangtua harus menempatkan diri pada kedudukan yang sewajarnya terhadap anak, orangtua harus mempunyai wibawa atas anak-anaknya.

Suasana Rumah
Kemajuan seorang anak dalam belajar sama sekali tidak akan dapat dipisahkan dari suasana rumah. Karena anak akan selalu berusaha untuk mengadakan identifikasi dengan keadaan dimana ia hidup dan berada. Bila anak hidup bersama dengan orang-orang aktif, cerdas dan bersifat maju dalam rumah tangga, maka dengan sendirinya baik disengaja maupun tidak akan dengan cepat mengidentifikasikan dirinya.
Suasana rumah tangga yang kacau balau dan gaduh akan turut menyeret si anak kepada keadaan yang tidak menggembirakan. Hal ini memberikan pengaruh yang negatif kepada ketenangan jiwanya dalam belajar. Pikiran dan jiwanya serta perhatiannya tidak akan pernah terarah kepada ketenangan jiwanya dalam belajar. Pikiran dan jiwanya serta perhatiannya tidak akan pernah terarah secara mutlak kepada pelajarannya. Dengan sendirinya akan menimbulkan rasa malas untuk belajar karena ia sendiri melihat bahwa lingkungan keluarga tidak memberi dorongan untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya. Jadi untuk lebih meningkatkan prestasi belajar anak, maka orangtua berkewajiban untuk menciptakan suasana yang tenang dan damai, menghindari perselisihan, pertengkaran, perceraian antar kedua orangtua, yang semua ini tidak diinginkan oleh anak. Dalam rumah tangga harus tercipta kedisiplinan anak, mempunyai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota keluarga termasuk anak.

Perhatian dan Kasih Sayang Orangtua
Anak sebagai siswa di sekolah sangat memerlukan perhatian dan kasih sayang. Perhatian dan kasih sayang ini hendaknya tidak membuat anak hanyut dan lupa diri sehingga pelajarannya menjadi berantakan. Orangtua dalam keadaan tertentu harus memberikan kasih sayang yang besar pada anaknya. Namun ia harus berdisiplin dalam mendorong anak untuk meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah.

Ekonomi Keluarga
Tingkat ekonomi keluarga merupakan faktor yang cukup mempengaruhi proses belajar anak, karena dengan keadaan ekonomi keluarga yang baik, maka kebutuhan-kebutuhan akan bahan-bahan belajar mudah terpenuhi. Tidak jarang ditemukan bahwa keluarga yang kemampuan ekonominya di bawah garis kemiskinan, ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelajarannya, sehingga tidak jarang mereka harus gagal dalam belajar.
Oleh Siti Rahayu Haditono (1983:57) mengatakan bahwa:

“Dalam keluarga miskin anak tidak dapat membeli alat-alat pelajaran yang dibutuhkan…… Bila alat pelajaran tidak lengkap juga akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam pada hati anak yang menyebabkan ia mundur tidak dapat bekerja atau belajar dengan baik, anak dihinggapi perasaan putus asa, sehingga dorongan untuk belajar kurang seklai”.

Jadi belajar tanpa biaya yang cukup tidak mungkin proses belajar siswa berlangsung dengan baik, sebab keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Faktor ekonomi adalah sangat menentukan dalam proses belajar anak, dengan keadaan ekonomi yang baik maka ototmatis kesulitas-kesulitan pembiayaan pelajaran akan teratasi, maka implikasinya dapat mendorong meningkatnya prestasi belajar anak di sekolah.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Waktu luang untuk belajar di rumah, adalah semua waktu di luar jam pelajaran di sekolah, yang waktunya dapat mencapai 17 jam sehari semalam.
Pendidikan dapat didefinisikan sebagai tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia, sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Unsur-unsur pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.    Usaha atau kegiatan bersifat bimbingan atau pertolongan dan dilakukan secara sadar.
b.    Ada pendidik atau pembimbing atau penolong.
c.    Ada yang dididik atau si terdidik.
d.    Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.
e.    Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang digunakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh dua faktor yang dominan dan dalam lingkup dan kehidupan manusia. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1.    Faktor internal, yang terdiri dari faktor fisiologis (fisik/ jasmani) dan faktor psikologis (motivasi, minat, intelegnsi, bakat, kemampuan dasar, serta disiplin dan kebiasaan belajar)
2.    Faktor eksternal, yang terdiri dari faktor-faktor non sosial (alat belajar,  bahan belajar, waktu belajar, tempat belajar, keadaan geografi) dan faktor-faktor sosial, yang berkaitan dengan; lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah serta lingkungan keluarga.
B.   Saran
1.    Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah dan keluarga, oleh sebab itu keterlibatan orangtua dan keluarga di rumah untuk mengarahkan anak agar mau menggunakan waktu luang belajar di rumah merupakan usaha yang sangat berarti.
2.    Proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah pada dasarnya sangat sempit waktunya apalagi dijejali dengan sejumlah mata pelajaran, sehingga untuk melengkapi diperlukan kesadaran dari para siswa untuk mau mengulangi ataupun membaca buku-buku pelajaran di rumah.


DAFTAR PUSTAKA

Adinegoro, 1992, Ensiklopedi Umum Bahasa Indonesia, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta.

Ali, M. Nashir, 1995, Jalan Memintasi Dalam Mendidik, Balai Pustaka, Jakarta.

BP3K, 1996, Pendidikan di Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Majalah Analisa Pendidikan, Jakarta.

Djaenabong, dkk, 1991, Dasar-Dasar Kependidikan, FIP IKIP Ujung Pandang.

---------------, 1991, Psikologi Pendidikan, FIP IKIK Ujung Pandang.

Gerungan W.A, 1997, Psikologi Sosial, Eresco, Jakarta.

Gunarsa, Singgi D, 1991, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Ismail, Imaduddin, Alih Bahasa Zakiah Drajat, 1990, Perkembangan Kemampuan Belajar Pada Anak-Anak, Bulan Bintang, Jakarta.

Murni Yusuf, A, 1996, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ngalim Poerwanto, 1994, Psikologi Pendidikan, Remaja Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo, 1992, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Rineka Cipta

Suwarno, 1992, Pengantar Umum Pendidikan, Aksara baru, Jakarta, 1982.













0 Response to "UPAYA PENGGUNAAN WAKTU LUANG UNTUK BELAJAR BAGI ANAK"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel