13. PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PENDIDIKAN BERDASARKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH (Kajian Perencanaan Pembangunan Pendidikan Dasar di Kota Depok, Jawa Barat )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keberadaan suatu negara dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dengan proses globalisasi. Proses globalisasi menuntut tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Hanya pemerintah yang memiliki dukungan sumber daya manusia handal yang mampu dapat mencapai tujuan dalam era persaingan global.
Sumber daya yang paling penting dalam organisasi dan masyarakat manapun adalah sumber daya manusia (Keith, 1990:13). Selanjutnya Harbinson (Todaro, 1985:336) mengatakan :
“Sumber daya manusia … merupakan modal dasar kekayaan suatu bangsa. Modal fisik dan sumber daya alam hanyalah faktor produksi yang bersifat pasif, manusia adalah agen-agen yang aktif yang mengumpulkan modal, mengeskploitasikan sumber-sumber alam, membangun organisasi-organisasi sosial, ekonomi dan politik dan melaksanakan pembangunan nasional. Jelaslah suatu negara yang tidak dapat mengembangkan keahlian dan pengetahuan rakyatnya dan tidak dapat menggunakan
mereka secara efektif dalam ekonomi nasional, maka untuk selanjutnya tidak akan dapat mengembangkan apapun.”
mereka secara efektif dalam ekonomi nasional, maka untuk selanjutnya tidak akan dapat mengembangkan apapun.”
Dalam kehidupan masyarakat, berkembang suatu dinamika yang berlangsung terus menerus dari keadaan primitif atau terbelakang menuju masyarakat maju. Dinamika menuju masyarakat yang maju tersebut, menurut Soemanto (1992:81) memerlukan suatu pendidikan. Dalam catatan sejarah sistem politik, telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan generasi muda guna mempertahankan kelangsungan bangsa. Menurut Pramudji (1983:29) nasionalisme modern pada hakekatnya merupakan produk dari pendidikan.
Di kebanyakan negara, perluasan kesempatan dalam memperoleh pendidikan yang tepat secara kuantitatif, merupakan kunci utama dalam pembangunan nasional. Dalam pembangunan, menurut Djojohadikusumo (1994:214), biasanya berpangkal pada pendapat bahwa pendidikan merupakan prasyarat untuk meningkatkan martabat manusia. Warga masyarakat mendapatkan kesempatan untuk membina kemampuannya dan mengatur kehidupan secara wajar melalui adanya suatu pendidikan.
Perhatian dunia terhadap pendidikan semakin hari semakin meningkat. Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Todaro,2000:87), sejak tahun 1990 telah menganalisis secara komparatif mengenai pembangunan sosioekonomi di negara-negara berkembang dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia ini menggunakan skala antara 0 (nol) sampai 1 (satu) dalam mengukur prestasi pembangunan manusia. Ada tiga kriteria yang digunakan dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia. Kriteria tersebut adalah pertama, ketahanan hidup yang diukur berdasarkan harapan hidup pada saat kelahiran; kedua, pengetahuan yang dihitung berdasarkan tingkat rata-rata melek huruf dikalangan penduduk dewasa dan angka rata-rata masa sekolah; ketiga, kualitas hidup berdasarkan pendapatan per kapita.
Forum Pendidikan Dunia yang dipelopori oleh UNESCO pada tahun 2001, telah bersepakat bahwa pendidikan harus dinikmati oleh semua orang (Lie, 2004). Kesepakatan tersebut akan dicapai melalui beberapa cara, pertama, mengerahkan komitmen politik nasional dan internasional yang kuat bagi pendidikan untuk semua dengan membangun rencana aksi nasional dan meningkatkan investasi yang besar dalam pendidikan dasar; kedua, mempromosikan kebijakan pendidikan untuk semua, dalam kerangka sektor yang berkelanjutan dan terpadu; ketiga, mengembangkan sistem pengaturan dan manajemen pendidikan yang tanggap, partisipatori dan dapat dipertanggungjawabkan; keempat, memenuhi kebutuhan sistem pendidikan bagi daerah-daerah yang dilanda oleh pertikaian, bencana alam dan ketidakstabilan, serta melaksanakan program-program pendidikan dengan cara saling pengertian, perdamaian dan toleransi.
Pendidikan merupakan sebuah investasi sumber daya yang sangat bermanfaat. MC Mahon dalam Nurkholis (2002) menyebutkan :
“pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya.”
Investasi pendidikan sebenarnya merupakan investasi jangka panjang. Nurkholis (2002), menyebutkan tiga alasan pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Ketiga alasan tersebut adalah, pertama, pendidikan merupakan alat perkembangan ekonomi bukan sekedar pertumbuhan ekonomi; kedua, memberikan nilai balik yang tinggi; ketiga, memiliki banyak fungsi seperti sosial-kemanusiaan, politis, budaya, dan kependidikan. Keluaran dari pendidikan tersebut adalah sumber daya manusia yang berkualitas.
Berkaitan dengan masalah investasi, maka ketersediaan dana sangat berperan dalam membiayai sebuah investasi. Bila dilihat dari sebuah anggaran negara, dan pendidikan dinilai sebuah investasi, maka ketersediaan dana anggaran belanja suatu negara sangat diperlukan.
Fungsi anggaran negara salah satunya adalah sebagai fungsi alokasi, yaitu mengatur alokasi pengadaan barang–barang dan jasa (public good-services). Fungsi anggaran menurut Musgrave (1991:14) “…untuk menyediakan barang dan jasa tertentu yang disebut barang sosial (social good), distribusi pendapatan dan kekayaaan, berhubungan dengan pengangguran, inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi yang memadai”. Menurut Arronson (Supriyono,2003:45), public goods berkaitan dengan ciri-ciri jenis barang yang dapat dikonsumsi bersama (joint consumption) dengan ditandai dengan tidak adanya rivalitas, dan nonexclusion atau nonexeludability yaitu kemanfaatan suatu barang yang dapat dinikmati seseorang tanpa membayar jasa atas pemanfaatan barang tersebut. Menyangkut public goods, Supriyono (2003:45) mengemukakan, Pemerintah Pusat–Daerah terlibat langsung dalam penyediaan komoditas tersebut. Selanjutnya Musgrave (1994:198) menyebutkan bahwa salah satu bentuk jasa publik adalah sebuah pendidikan.
Negara-negara yang sudah termasuk dalam kategori negara maju, seperti Amerika, Inggris dan Jepang, pendidikan menjadi perhatian penting bagi masyarakat (Soemanto,1992:81). Di negara-negara modern telah membebaskan anak didik dari kewajiban membayar biaya sekolah dan memasukkan biaya pendidikan tersebut dalam anggaran belanja negara (Pramudji,1983:30). Menurut Herman Finer (Pramudji,1983:29), ada dua motif pemerintah negara modern memperbesar anggaran pendidikan ke dalam anggaran negara. Motif tersebut adalah, pertama, meningkatkan kemajuan pribadi dan budaya individual dalam membantu pengembangan bakat atau kemampuan dan kepekaannya menggapai keadaan lingkungan; kedua, menyediakan keahlian dan kecakapan bagi penunjang kekuatan ekonomi nasional, integritas politik dan kejayaaan manusia.
Alokasi anggaran untuk pendidikan memang sangat bervariasi di beberapa negara. Rata-rata belanja negara untuk bidang pendidikan dari negara-negara anggota OECD (Overseas Economic Country Development) mencapai sekitar 4,9% dari GDP masing-masing negara (Word Education Indicator - WEI 2002). Menurut laporan tentang “The Economic of Democracy–Financing Human Development” yang dikeluarkan oleh UNDP tahun 2004, Thailand mengalokasikan sekitar 30% dari anggaran pemerintah, Myanmar 18%, Bangladesh 16%, Nepal 14% dan Bhutan 13%.
Pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga yang dapat diperoleh oleh semua warga. Untuk memenuhi hak dasar tersebut, pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian yang serius sejak tahun 2000. Hal ini ditandai dengan adanya persetujuan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam amandemen ke empat UUD 1945 pasal 31.
Perhatian ini memang cukup beralasan karena kualitas pendidikan di Indonesia memang masih jauh tertinggal. Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004 disebutkan bahwa :
“Dibanding dengan negara-negara lainnya, kualitas pendidikan dasar Indonesia masih jauh tertinggal. Sebagai contoh, nilai ujian membaca bagi siswa kelas IV SD asal Indonesia, Philippina, Thailand, Singapore dan Hongkong berturut-turut adalah 51,7; 52,6; 65,1; 74.0; dan 75.5 pada tahun 1992 yang sampai sekarang cenderung tidak berubah”.
Berdasarkan laporan dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2004, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada urutan 111 dari 175 negara (Nasrullah,2004). Posisi ini jauh dibawah peringkat negara tetangga seperti Malaysia (peringkat 59), Thailand (76) dan Filiphina (83). Pada tahun 1995, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia, menempati urutan 104. Secara berturut-turut Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2000 menempati urutan 109, tahun 2002 menempati urutan 110 dan tahun 2003 menempati 112.
Pada era otonomi daerah yang dilaksanakan tahun 2001 (pelaksanaan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah), pendidikan termasuk salah satu kewenangan wajib bidang pemerintahan yang dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Artinya bidang pendidikan adalah salah satu bidang pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pada saat ini wewenang pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain (UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No.22 Tahun 1999). Dengan kata lain kewenangan yang diserahkan kepada Daerah Otonom (khusunya Daerah Kabupaten dan Daerah Kota) adalah pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
Kewenangan daerah pada bidang pendidikan, yang menjadi urusan wajib adalah pendidikan dasar. Adanya otonomi daerah ini, telah membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dasar. Apabila hal ini didasari sepenuhnya oleh pemerintah daerah, maka pendidikan akan membawa dampak secara langsung pada kehidupan masyarakat. Dengan demikian secara langsung bidang pendidikan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Pada penjelasan pasal 167 UU No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa “pemerintah daerah diwajibkan melakukan peningkatan pelayanan dasar pendidikan, dengan ketentuan sekurang-kurangnya 20%”.
Berkaitan dengan alokasi anggaran pendidikan seperti yang tercantum dalam undang-undang tersebut di atas, berarti akan menghabiskan seperlima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hasil evaluasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat Daerah-Departemen Keuangan (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat Daerah-Departemen Keuangan,2004:108) menyimpulkan bahwa terjadi penurunan anggaran belanja untuk tingkat nasional pada bidang pendidikan dari tahun 2001 ke tahun 2002. Rasio pengeluaran sektor pendidikan terhadap pengeluaran pembangunan turun dari 22,46% pada tahun 2001 menjadi 20,68% pada tahun 2002. Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat Daerah, berdasarkan perkembangan APBD per propinsi dari tahun 1999/2000 ke tahun 2002, ditunjukkan bahwa ada berbagai variasi yang cukup tinggi dalam pola perilaku untuk mengalokasikan belanja pembangunan pada sektor pendidikan. Beberapa daerah memberikan alokasi yang cukup tinggi untuk sektor pendidikan, namun ada pula yang mengalami penurunan dalam mengalokasikan anggaran pendidikan. Propinsi Bengkulu dan Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dalam memberikan alokasi belanja pembangunan pada sektor pendidikan. Bahkan untuk Propinsi Bengkulu, alokasi anggaran pendidikan turun sampai minus 30,6%. Sedangkan Propinsi Riau dan Propinsi Kalimantan Timur mengalami perubahan yang cukup besar masing-masing mencapai 687,9% dan 969,7%. Pada tahun 2001, untuk tingkat kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat, jumlah anggaran belanja pada sektor pendidikan dan kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga rata-rata mencapai 14,71% dari total anggaran belanja pembangunan. Sedangkan pada tahun 2002, mencapai 13,27% dari total anggaran belanja pembangunan.
Kota Depok, adalah salah satu daerah otonom, dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999, tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon dan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok, pada tanggal 20 April 1999. Sejak adanya perundang-undangan tersebut, Kota Depok menjadi sebuah entitas regional yang memiliki sendiri secara lengkap dengan perangkatnya dan mempunyai kewenangan otonomi untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Dengan adanya otonomi daerah, membawa konsekuensi bahwa Kota Depok harus menyelenggarakan kewajiban pemerintahan daerah sebagai akibat pelimpahan sebagian wewenang dari pemerintah pusat.
Pada tahun 2002, tingkat partisipasi sekolah untuk umur 7-12 tahun di Kota Depok mencapai 96,8% (Indonesia Human Development Report-2004). Angka ini masih dibawah rata-rata tingkat partisipasi sekolah sekota di Jawa untuk umur yang sama (dibawah rata-rata 97,35%).
Pada tahun 2002, sarana pendidikan untuk tingkat dasar di Kota Depok (Depok Dalam Angka tahun 2002) yang dibiayai oleh pemerintah daerah setempat adalah Sekolah Dasar (SD) berjumlah 284 gedung, murid sebanyak 103.440 orang dan guru sebanyak 3.003 orang. Pada tahun yang sama jumlah Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP), mencapai 14 buah, dengan jumlah murid 14.470 orang dan jumlah guru sebanyak 683 orang. Pada tahun 2002, total guru yang harus dibiayai dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah mencapai 3.897 orang (termasuk jumlah guru 211 orang untuk tingkat SLTA) atau mencapai 66% dari total pegawai sebanyak 5.891 yang berada di pemerintah Depok.
Total pendapatan daerah Kota Depok pada tahun 2001 sebesar Rp.242,70 milyar. Pendapatan sebesar Rp.242,70 milyar tersebut, dialokasikan untuk belanja rutin sebesar Rp. 136,70 (56,32%) milyar dan belanja pembangunan sebesar Rp.106 milyar (43,68%). Pada tahun 2002, total pendapatan daerah Kota Depok sebesar Rp.338,50 milyar. Pendapatan tersebut, dialokasikan untuk belanja rutin sebesar Rp.181,50 milyar (53,62%) dan belanja pembangunan sebesar Rp.157,00 milyar (46,38%).
Belanja pegawai merupakan alokasi belanja yang paling besar dari total alokasi anggaran belanja daerah Kota Depok. Pada tahun 2001, alokasi untuk belanja pegawai mencapai 28,40% dari total alokasi anggaran belanja daerah. Sedangkan pada tahun 2002, alokasi belanja pegawai mencapai 25,98% dari total alokasi anggaran belanja daerah setempat. Dengan demikian, alokasi belanja pegawai selama dua tahun tersebut, merupakan belanja yang paling besar dalam struktur alokasi anggaran belanja daerah Kota Depok.
Pada tahun 2001, sektor pendidikan (termasuk dalam sektor pendidikan dan kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan YME, Pemuda dan Olah raga) mendapatkan alokasi anggaran belanja sebesar 2,03% dari total alokasi anggaran belanja daerah. Tahun 2002, alokasi anggaran belanja untuk sektor pendidikan (termasuk dalam sektor pendidikan dan kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan YME, Pemuda dan Olah Raga) mencapai 4,34% dari total alokasi anggaran belanja daerah. Alokasi untuk sektor ini dibawah sektor aparatur pemerintahan dan pengawasan serta sektor trasnportasi, meteorologi dan geofisika. Kedua sektor tersebut, pada tahun 2001 masing-masing mendapatkan alokasi anggaran belanja sebesar 12,25% dan 10,03%. Tahun 2002, sektor aparatur pemerintahan dan pengawasan serta sektor trasnportasi, meteorologi dan geofisika mendapatkan alokasi anggaran belanja sebesar 6,76% dan 21,23%
Pendidikan dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan formal, yang diselenggarakan untuk masa sembilan tahun. Pendidikan ini dimaksudkan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Dalam upaya pembangunan bidang pendidikan dasar diperlukan suatu perencanaan. Menurut Siagian dalam Silalahi (2003:166) perencanaan merupakan proses pemikiran dan penentuan secara matang sesuatu yang akan dikerjakan di masa datang dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Menurut Vembriarto (1985:45), masalah pokok yang dihadapi dalam perencanaan pembangunan pendidikan adalah seberapa jauh sumber daya yang dimiliki dalam pembiayaan pendidikan, siapa yang akan membiayai dan bagaimana sumber yang ada diperuntukkan bagi pendidikan.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk memusatkan pemikiran dan mengarahkan pola pikir dalam penelitian ini maka perlu dilakukan perumusan masalah. Menurut Usman (2000:28) perumusan masalah ialah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang spesifik dan perlu dijawab.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan yang dilakukan di Kota Depok ?
2. Bagaimana pengalokasian anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam membiayai pembangunan bidang pendidikan di Kota Depok?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis dan mengintepretasikan :
1. Proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan yang dilakukan di Kota Depok.
2. Pengalokasian anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam membiayai pembangunan bidang pendidikan di Kota Depok.
1.4. Kontribusi Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara akademik dan praktis, yaitu :
1. Manfaat akademik
Dapat menambah pemahaman mengenai proses perencanaan pembangunan serta menambah wawasan dalam proses pembangunan bidang pendidikan. Disamping itu, untuk mengetahui alokasi anggaran belanja daerah dalam membiayai pembangunan bidang pendidikan. Manfaat lainnya adalah dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian lain yang menyangkut pembangunan pendidikan khususnya menyangkut alokasi anggaran untuk pembangunan bidang pendidikan
2. Manfaat praktis
Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kota Depok dalam melakukan proses perencanaan pembangunan pendidikan dan pengalokasian anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk bidang pendidikan
Anda bisa dapatkan Judul Skripsi Lengkap dengan pembahasanya. Anda bisa mendownload filenya lengkap dengan isinya dengan cara mengganti biaya pengetikan sebesarRp. 200.000,- Per Skripsi. Silahkan anda Pilih JudulSkripsi yang anda inginkan beserta kode nomor skripsi kewahyuddinyusuf87@gmail.com atau SMS
langsung kenomor 0819 3383 3343
Dengan format, Nama – Alamat – Kode dan judul Skripsi– e.mail – No.Hp. Semua File skripsi bisa anda unduh / Download apabila anda telah mendonasikan biaya pengetikan diatas.
Anda cukup mentransfer uang ke nomor rekening BRI 489201003415532
Atas namaWahyuddin, SE
Mudah bukan....... Ayo tunggu apa lagi....
dari pada bingung
dari pada bingung
0 Response to "13. PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PENDIDIKAN BERDASARKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH (Kajian Perencanaan Pembangunan Pendidikan Dasar di Kota Depok, Jawa Barat ) "
Post a Comment